Si Buntut

Sore yang suram yang menjadi kebiasaanku selalu duduk - duduk di teras depan rumahku, mengamati indahnya ciptaan yang maha kuasa, menyaksikan kerumunan burung yang saling kejar-kejaran diatas hamparan air laut. Air laut yang sebentar lagi akan menenggelamkan si raja cahaya.
Si raja cahaya telah menampakkan dirinya,  sebelum aku beranjak kesekolah aku kembali mengecek keadaan sepedaku ( maklum sepeda tua ), sepeda yang menyimpan sejuta kenangan. Sepeda ini entah punya nenekku yang mana, yang jelas ini adalah warisan nenek saya kepada ayahku sampai ditangan saya, yang jelas ini sepeda sudah buntut yang aku harus rawat karena itu merupakan pesan nenek saya yang disampaikan oleh ayah saya "bahwa rawatlah sepeda ini dengan baik". Makanya sampai sekarang tak ada satupun yang berubah dari keadaan yang dulu, walaupun teman-teman sering mengejeknya drngan gelar.  "Si buntut".
Tapi rupanya gelarnya terbaik itu secara realita. Ia sering juara di setiap even- even ia pernah mewakili kotaku untuk mengikuti lomba balapan tingkat provinsi, tapi nasib menimpanya. Ketika pluit star berbunyi baru 5 meter berlari bannya copot. Spontan aku terjatuh, lalu selebihnya aku tidak sadarkan diri (pingsan maksudnya).
Ke sekolah dengan si buntut bagiku lebih nyaman dari pada naik BMW. pernah temanku, yaqin, anak tertajir di kampungku mengajakku kesekolah dengan BMW-nya, kebetulan si buntut sedang sakit.
Didalam BMW, aku hanya mengerjakan sesuatu yang paling memalukan sedunia. Yaitu mengisi kantongan dengan barang menjijikkan yang keluar dari mulutku....
(Cerita waktu SD sekitar tahun 2006).
                                                           Bersambung..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika Profesi Hukum

Kekerasan Terhadap Pemuka Agama