REVIEW BUKU SISTEM SOSIAL INDONESIA DR. NASIKUN (Muhammad Agung)
REVIEW
BUKU SISTEM SOSIAL INDONESIA DR. NASIKUN
(Muhammad Agung)
Buku sistem sosial
Indonesia karangan Dr. Nasikun adalah suatu buah pemikiran reflektif mengenai
sistem negara ini. Di dalam buku ini memuat sistem social dalam Pendekatan
Teoritis, Struktur Majemuk Masyarakat Indonesia, Struktur kepartaian sebagai
Perwujudan Sruktur Sosial Masyarakat Indonesia dan Masalah Integrasi Nasional.
Sebelum menjelaskan
lebih mendalam mengenai sistem sosial, lebih kita pahami lebih awal bahwa
pengertian sosial ialah merupakan lawan dari kata individual. Dalam bahasa
Inggris, kata social berasal dari kata social yang sering disebut
sebagai society yaitu masyarakat atau peoples. Dengan demikian,
maksud sosial ialah masyarakat atau sekelompok orang yang hidup bersama, saling
menjalin komunikasi dan berinteraksi.
Mempelajari sistem
sosial berarti kita harus memahami dan menyadari kenyataan terlebih dahulu
ialah manusia sebagai makhluk social yang tidak dapat berdiri sendiri tentu
harus ada kerjasama dan partisipasi dari orang lain dalam hal ini sebagai
masyarakat. Olehnya itu manusia harus memiliki perasaan peka terhadap gejala
maupun permasalahan sosial yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat. Makanya
penting untuk ditinjau pendekatan sosiologi dalam menyelesaikannya.
Dalam buku system
social Indonesia dari Dr. Nasikun memberikan gambaran pada sudut pendekatan
sosiologi dalam hal ini fungsional terintegrasi. Oleh karena sifatnya, maka
pendekatan dapat disebut sebagai integration approach, order approach,
equilibrium approach atau dalam hal ini sturuktural functional approach.
System sosial dipahami
sebagai suatu system sosial yang terdiri dari berbagai unsur dalam ruang
lingkup masyarakat. Unsur-unsur tersebut saling berhubungan satu dengan yang
lain dan fungsional. Artinya perubahan system social dapat berakibat pada dari
perubahan suatu unsur dalam setiap orang dalam kehidupan masyarakat. Selain
daripada perubahan dari masyarakat itu sendiri, perubahan social dapat juga
dipengaruhi dari unsur diluar masyarakat itu sendiri atau gejala alam yang
membuat perubahan social itu ada. Unsur perubahan yang dimaksud ialah, pertama
terjadinya berbagai bencana alam menyebabkan masyarakat yang mendiami
daerah-daerah itu terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya dan mereka
harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru yang akan mengakibatkan
terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga organisasi masyarakat.
Kedua peperangan dengan Negara lain memicu perubahan-perubahan, karena Negara
yang menang akan menerapkan atau memaksakan perubahan tersebut terhadap suatu
Negara yang kalah. Seperti Negara Indonesia yang dijajah oleh belanda yang
menerapkan dasar hukum yang masih berlaku hingga saat ini.
Dalam buku tersebut terdapat
2 sudut pendekatan yang paling popular di antara pendekatan-pendekatan yang
lain, yaitu pendekatan fungsional structural dan pendekatan konflik. Sudut
pendekatan tersebut menganggap bahwa masyarakat, pada dasarnya terintegrasi
berbagai unsur dalam kehidupan social. Untuk bisa terintegrasi maka dibutuhkan
yang namanya peran atau fungsinya masing-masing. Dari fungsi manusia pada suatu
lingkungan itulah memunculkan tugas-tugas yang harus dapat diselesaikan dengan
baik tentunya atas dasar sepakat. Dan kalaupun dalam menjalankan tugas
dan fungsinya terdapat konflik maka kembali pada kepentingan yang secara umum yang telah disepakati oleh masyarakat.
Dalam pandangan Parsons
tentang pendekatan fungsional structural ialah suatu system sosial, yang pada
dasarnya, tidak lain adalah suatu system dari pada tindakan-tindakan oleh
setiap individu. Hal itu terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara
berbagai individu, yang tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, melainkan
tumbuh dan berkembang di atas standar penilaian umum tersebut, yang kita
kenal sebagai norma-norma sosial (yang membentuk struktur sosial). Menurut
Parson, teori fungsionalisme structural diawali dengan empat skema penting
mengenai fungsi untuk semua sistem tindakan. Skema tersebut dikenal dengan
sebutan skema AGIL yaitu : Adaptasi atau pencapaian tujuan, Goal attainment,
Integrasi, dan Latensi.
Tumbuhnya tata tertib
social yang justru mencerminkan terjadinya konflik yang bersifat potensial di
dalam kehidupan masyarakat. Namun tata tertib tersebut yang dapat melahirkan konflik
tentunya tidak dipisahkan atau diabaikan dari adanya kenyatan-kenyatan baik itu
struktur social yang di dalam masyarakat atau reaksi dari suatu system social
yang telah terjadi sebelumnya yang dalam waktu yang panjang dan telah melakukan
penyesuaian-penyesuaian yang lunak baik itu secara gradual maupun secara
revolusioner.
Dengan demikian, bahwa
system social pada dasarnya adalah suatu system daripada tindakan-tindakan. Hal
itu terbentuk dari interaksi social yang terjadi diantara berbagai individu,
yang tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh dan
berkembang di atas standar penilaian umum yang disepakati bersama oleh para
anggota masyarakat. Yang paling penting di antara berbagai standar penilaian
umum tersebut adalah apa yang kita kenal
sebagai norma-norma social. Norma-norma social itulah yang sesungguhnya
membentuk struktur social.
Sebagaimana telah
disebutkan karena kelompok tersebut berakar di dalam kepentingan-kepentingan
yang saling berlawanan satu sama lain, maka kelompok-kelompok kepentingan itu
senantiasa berada di dalam situasi konflik pula. Akibatnya yang timbul ialah
bertambahnya otoritas pada suatu pihak hal ini yang berarti berkurangnya
otoritas pada pihak lain yang dapat membuat tidak terjadinya equilibrium dalam
suatu kelompok masyarakat.
Oleh karena itu, apa
yang dapat dilakukan dalam mengendalikan konflik yang terjadi di antara
berbagai kekuatan sosial sehingga dapat memberikan batasan akan terjadinya
sesuatu yang dapat mengakibatkan perubahan social dan terjadinya kekerasan,
ialah sebagai berikut :
1.
Konsiliasi, dalam hal ini pengendalian
melalui lembaga-lembaga melalui pola diskusi dan pengambilan keputusan di
antara pihak-pihak yang berlawanan dalam menangani pertentangan.
2.
Mediasi, yakni kedua belah pihak yang
bersengketa bersama-sama bersepakat untuk menunjukan pihak mediator yang paham
dan dapat memberikan nasihat-nasihat tentang bagaimana mereka sebaiknya
menyelesaikan pertentangan mereka.
3.
Perwasitan, yakni apabila pihak yang
bertentangan bersepakat untuk menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak
ketiga yang akan memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan
konflik yang terjadi di antara mereka.
Sehingga dapat disimpulkan
dalam 2 pendekatan yang dikemukakan dalam buku system social Indonesia Dr.
Nasikun ialah struktur social yang ada tentunya harus berinteraksi dan
berfungsi sesuai dengan peranan masing-masing, sehingga dalam penyelesaian
konflik dapat diselesaikan dengan persamaan peranan dari struktur yang ada
dalam kehidupan masyarakat social dengan tujuan bersama.
Struktur Majemuk
Masyarakat Indonesia
Pandangan
penganut dalam pendekatan fungsionalisme struktural dan pendekatan konflik
dapat ditemukan adanya kelemahan-kelemahan yang terjadi, namun terdapat saling
menutupi kelemahan-kelemahan tersebut. Keduanya mengandung kesamaan-kesamaan dalam
hal tertentu.
Struktur
masyarakat indonesia ditandai oleh dua ciri. Pertama Majemuk Secara horisontal yang ditandai oleh kenyataan
adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasar perbedaan-perbedaan suku, agama,
daerah, adat dan kebudayaan. Kedua
Majemuk secara vertikal yang dalam hal ini struktur masyarakat ditandai oleh
adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang
cukup tajam. Perbedaan suku bangsa, agama, adat dalam situasi daerah ialah merupakan ciri dari masyarakat indonesia yang
disebut sebagai masyarakat majemuk. Sehingga konsekuwensinya ialah mengamati
sistem sosial dan budaya serta realitas masyarakat indonesia diperlukan minimal
penguasaan 2 teori sesuai isi buku tersebut diatas dalam hal ini konflik
dialektika dan struktural fungsional. Selanjutnya konflik dan konsensus adalah
gejala yang melekat bersama-sama di masyarakat.
Menurut
Furnival masyarakat majemuk (Plural Societies) yakni, suatu masyarakat yang
terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada
pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik.
Pengelompokan
Masyarakat Majemuk tentunya dapat dilihat dari dua ciri, sesuai yang dikemukan
oleh Furnival, sebagai berikut :
1. Di
dalam kehidupan politik tidak ada kehendak bersama.
2. Di
dalam kehidupan ekonomi, tidak ada permintaan social yang dihayati bersama oleh
seluruh elemen masyarakat. Namun permintaan masyarakat tersebut tidaklah
terorganisir, melinkan bersifat seksional dan tidak dihayati bersama elemen
masyarakat.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa Struktur Majemuk Masyarakat Indonesia ialah terdapat tidak
adanya permintaan sosial yang dihayati bersama oleh semua elemen masyarakat yang
menjadi sumber dalam membedakan karakter daripada ekonomi majemuk dari suatu
masyarakat majemuk dan dengan ekonomi tunggal dari suatu masyarakat yang
bersifat homogeneous.
Keadaan
masyarakat Indonesia jika disesuaikan dengan masa kini sesuai uraian diatas,
maka sudah pasti telah jauh berbeda dari keadaan tersebut. Karena anggota
masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan, dan
kurang memiliki homogenitas kebudayaan, maupun kurang memiliki dasar-dasar
untuk saling memahami satu sama lain. Oleh karena itu pengertian masyarakat
majemuk sebagaimana digambarkan oleh Furnival harus tidak dapat begitu saja
diperlakukan untuk melihat masyarakat Indonesia pada masa sekarang.
Oleh karena itu, suatu
masyarakat majemuk tentunya harus saling memahami dan mengerti dalam hal status
yang tidak saling menjatuhkan atau dipertentangkan, dan selanjutnya adanya
peranan sesuai dengan tugas dan fungsi yang berdasarkan status tersebut yang
dapat saling menghargai dalam kehidupan masyarakat majemuk.
Srtuktur Kepartaian
Sebagai Perwujudan Struktur Sosial Masyarakat Indonesia
Indonesia tentunya
tidak dapat dipisahkan dari adanya identitas oleh setiap kelompok masyarakat
dalam suatu daerah atau wilayah. Indonesia sebagai Negara kesatuan yang
didalamnya terdapat perbedaan dalam hal baik itu dari suku-bangsa, agama, dan
adat kebudayaan yang hidup dalam masyarakat, dan hal itulah sebagai wujud dari
adanya kesepakatan bersama yang tertuang dalam symbol bhineka tunggal ika.
Pengelompokan
masyarakat Indonesia tentunya dapat membawa akibat yang luas lagi mendalam
disuluruh pola hubungan social didalam masyarakat Indonesia. Tentunya dapat
dikelompokkan didalam hubungan-hubungan politik, ekonomi, hukum, kekeluargaan
dan sebagainya. Dalam uraian buku system social Indonesia Dr. Nasikun
menguraikan bahwa uraian pengelompokan tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan
salah satu contoh perwujudannya di dalam kehidupan politik.
Perwujudan kelompok
politik tentunya dapat digambarkan melalui partai politik yang secara khusus.
Walaupun setiap individu atau kelompok, organisasi dan lembaga harus dapat
memiliki pandangan politik disetiap masing-masing. Kelompok Khusus dalam uraian
ini ialah partai politik yang terdapat di Indonesia yang awal mulanya dibentuk
untuk memusatkan perhatian pada agenda kegiatan yang bersifat social dan kultural
daripada harus mengatasnamakan lebih awal politik. Setelahnya kelompok-kelompok
kepentingan tersebut mengubah sifatnya menjadi organisasi yang benar-benar
bersifat politis. Hal itulah yang menjadi jualan dalam system politik dalam
mempengaruhi social masyarakat. Kelompok tersebut dinamakan sebagai partai
politik sebagai bentuknya.
Kepartaian tersebut
berada pada ruang lingkup system Sosial Politik yang berarti proses dengan
kelompok-kelompok dapat membuat keputusan-keputusan kolektif yang nantinya
dapat mempengaruhi kelompok masyarakat social pada umumnya. Menurut Budiardjo
politik ialah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik yang
menyangkut proses menentukan tujuan sistem dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.
Hal inilah yang dapat dikaitkan dengan adanya pengambilan keputusan mengenai
apakah yang menjadi tujuan, baik itu yang menyangkut seleksi diantara berbagai
alternatif maupun penyusunan skala prioritas dan tujuan-tujuan yang telah
menjadi kepentingannya. Untuk melaksanakan dan menunaikan tujuan-tujuan tersebut,
perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum yang menyangkut pengaturan
dan pembagian dari sumber-sumber yang ada melalui tujuan partai politik
tersebut.
Indonesia dibentuk
melalui beberapa masa (waktu) yang dapat membentuk berbagai Partai Politik.
Awal masa orde lama dan transisi orde baru telah terdapat partai politik, yang
pertama kali adalah Partai Masyumi (NU dan Muhammadiyah bergabung dengan
Masyumi), kemudian PNI, Partai Nahdatul Ulama, PNI, PKI, PSI, Parkindo dan selanjutnya
masa orde baru partai tersebut ada yang berubah atau beralih da nada juga yang
hilang. Dan sejak masa reformasi hingga saat ini telah berkembang dan tumbuh
berbagai kelompok Partai-Partai Politik. Konflik-konflik yang terjadi antara
partai politik di Indonesia pada masa-masa yang silam tentunya dapat
mengakibatkan terjandinya konflik antara kelompok-kelompok sosial-kultural berdasarkan
perbedaan-perbedaan suku-bangsa, agama, daerah dan stratifikasi social secara
luas. Herbert Feith, melihat konflik-konflik politik di Indonesia sebagai
konflik ideologis yang bersumber di dalam ketegangan-ketegangan yang terjadi
antara pandangan dunia tradisional (Tradisi Hindu-jawa dan Islam) disatu pihak,
dengan pandangan dunia modern (khususnya pandangan dunia barat) di lain pihak.
Penggolongan terhadap
kepartaian dapat digolongkan beberapa sifatnya yakni, yang bersifat keagamaan
dengan penggolongan yang berpandangan dunia tradisional dan yang berpandangan
nasional dan dunia modern. Dan hal itulah dapat memberikan efek dalam perubahan
social masyarakat, dan tentunya akan sangat tergantung pada seberapa jauh
perubahan-perubahan sosial cultural yang mendasari pola kepartaian di Indonesia
itu akan terjadi pada masa-masa yang akan datang yang dapat mengakibatkan
kemajemukan Indonesia sangat krusial. Sehingga struktur Partai Politik
Indonesia harus mampu memberikan ruang yang baik dan benar dalam menangani
stuktur fungsional masyarakat dan mencegah terjadinya konflik.
Struktur Masyarakat
Indonesia Dan Masalah Integrasi Sosial
Struktur masyarakat
Indonesia sebagaimana telah diuraikan diatas, tentunya dapat digambarkan bahwa
persoalan yang timbul dalam masyarakat tentunya dapat terintegrasi secara
nasional. Pluralitas masyarakat yang bersifat multidimensional itu akan dan telah
menimbulkan persoalan tentang dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang terintegrasi
secara horisontal, sementara stratifikasi sosial sebagaimana yang telah
diwujudkan oleh masyarakat akan memberi bentuk dan gambaran pada integrasi
nasional yang lebih bersifat vertikal.
Untuk lebih jelasnya
ialah, marilah kita melihat dan menguraikan pandangan para penganut system
fungsionalisme struktur dalam melihat system social yang terintegrasi. Dalam
buku tersebut diuraikan bahwa system social senantiasi terintegrasi diatas
landasan dua hal. Pertama suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas
tumbuhnya consensus di antara sebagian besar anggota masyarakat terhadap nilai-nilai
kemasyarakatan yang bersifat fundamental. Kedua, suatu masyarakat senantiasa
terintegrasi karena menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross
cutting affiliations). Mengapa hal itu dapat terjadi ialah
karena setiap konflik yang terjadi di antara suatu kesatuan social dengan
kesatuan-kesatuan social lain segara akan dinetralisir oleh adanya loyalitas
ganda dari para anggota masyarakat terhadap berbagai-bagai kesatuan social.
Pada tingkatan tertentu,
keduanya dapat menjadi dasar terjadinya integrasi sosial di dalam masyarakat
yang bersifat majemuk. Melalui hal kedua hal tersebut diatas, maka tidak akan
terbentuk dan terjadi masyarakat walaupun landasan tersebut hanya berlaku dalam
derajat yang bersifat sementara dan semu.
Konflik
yang terjadi dalam masyarakat ialah sering diakibatkan dalam dua hal :
1. Konflik secara ideologis
2.
Konflik secara
politis
Apabila sebagian besar
anggota masyarakat yang majemuk ini bersepakat mengenai struktur pemerintahan
dan aturan-aturan yang berlaku daripada proses stuktur masyarakat yang berlaku
di atas wilayah Indonesia. Maka konflik yang akan terjadi dan telah terjadi
secara sadar atau tidak pihak yang berselisih akan berusaha dan mengupayakan
tidak akan terjadi yang namanya konflik dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan
ia akan melakukan dan melaksanaka keperluan kesejahteraan dan pertahanan
bersama sebagai masyarakat majemuk yang dapat terintegrasi secara nasional.
Menurut
Liddle, bahwa konflik yang terjadi dapat terselesaikan apabila muncul dan
terdapat integrasi nasional. Integrasi nasional hanya dapat berkembang apabila :
1. Apabila
kelompok besar Masyarakat bersepakat tentang batas territorial wilayah dari
suatu negara.
2.
Apabila kelompok besar masyarakat
tersebut bersepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan yang
berlaku bagi masyarakat tersebut.
Dengan perkataan lain,
integrasi nasional akan terjalin dan tercapai apabila adanya konsensus dan
kesepakatan bersama tentang batas-batas masyarakat social baik secara kultur
maupun secara politik. Dan landasan konsensus bangsa Indonesia yang telah
terbangun oleh para pendahulu kita telah menuangkan dan menerapkan nilai-nilai
fundamental yang telah termaktub dalam Negara dan bangsa Indonesia ini. Bangsa
Indonesia ini sebagai bangsa yang merdeka tentu sangat jelas telah menunjukan
didalam poin pancasila baik itu menjadi daya spiritual maupun menjadi dasar
fundamental yang dapat mempersatukan bangsa yang dipisahkan oleh bentuk wilayah
itulah konsep kesatuan.
Kesimpulannya ialah konflik
antar golongan yang akan terjadi dan telah terjadi di Indonesia bagaimanapun
tidak menjadi terlalu tajam ketika yang menjadi dasar fundamental Negara dan
bangsa Indonesia dapat tercapai dan terlaksana dalam suatu kelompok dan
kelompok lainnya didalam masyarakat secara menyeluruh.
Komentar
Posting Komentar