May Day : Buruh Setelah Pemilu
May Day : Buruh setelah Pemilu
Buruh merupakan pekerjaan yang sangat diminati dan dinanti oleh masyarakat indonesia pada kalangan hidup menengah kebawah, sebagai wujud untuk penghidupan dalam rumah tangganya. Namun, kultur indonesia menganggap bahwa penyebutan buruh sebagai pekerjaan yang begitu rendah, hina dan kasaran dibandingkan dengan penyebutan pekerja, tenaga kerja dan karyawan.
May day atau hari buruh begitu populer dirayakan diindonesia bahkan secara internasional menyebut sebagai hari buruh internasional. Di indonesia seringkali dirayakan dengan kegiatan demonstran atau aksi sebagai wujud kemerdekaanya dihari itu, bahkan bebas menyampaikan pernyataan ditempat publik terkait dengan kehidupan ditempat kerjanya dan begitupun sistem yang terjadi pada buruh tersebut. Pertanyaannya apakah moment ditahun 2019 tepatnya perayaan hari buruh akan mengubah nasibnya kedepan, atau tetap begitu-begitu saja, karena tahun ini pula, baru-baru kita bersama merayakan pesta demokrasi sebagai wujud penentuan arah bangsa 5 tahun kedepan.
Nasib Buruh setelah Pemilu
Sering kali orang akan malu, ketika menyampaikan pekerjaanya sebagai Buruh, bahkan akan minder atau merasa tidak percaya diri dengan pekerjaan yang ditekuninya. Padahal menurut Karl Max dari pada pengertian buruh, itu sangat diperlukan ditengah-tengah kehidupan kita ini. Pemilik alat Produksi (Borjuis) sangat memerlukan orang yang tidak memiliki alat produksi (Proletar) untuk menjalankan alat produksinya.
Berbicara soal buruh hingga detik ini masih menjadi isu yang sangat panjang untuk diperbincangkan. Ia seolah menjadi objek kajian yang tak akan pernah selesai untuk dianalisis, ditelanjangi dan dikuliti sepanjang masa, selama hayat masih dikandung badan. Buruh, dari dahulu, hingga sekarang selalu saja dijadikan komoditas untuk diarahkan pada tujuan tertentu atau boleh dinyatakan tawar politik.
Persoalan-persoalan buruh yang tak kunjung berakhir tersebut antara lain seputar kesejahteraan, upah buruh (UMR), sistem kontrak, outsourcing, PHK dan lain-lain. Parahnya, pemerintah tak juga berpihak kepada mereka. Pemerintah sejatinya sebagai penyelamat nasib mereka, justru sebaliknya. Pemerintah selalu berpihak pada pemilik modal (kapitalis). Ia hanya akan diperjuangkan dan dibela disaat-saat mendekat pesta Demokrasi dalam hal ini pemilu, yang baru-baru saja telah usai. Tetapi setelahnya akan seperti itu saja, bahkan sering kali terjadi diluar dari ketidak wajaran sebagai rakyat indonesia yang mengingkan kesejahteraannya.
Jika kita telaah lebih dalam lagi, kaum buruh, sesungguhnya, memiliki kontribusi besar dalam mengahasilkan devisa untuk negara. Mereka adalah penggerak ekonomi negara, disamping sebagai pelaku primer dalam membangun peradaban bangsa. Dengan jumlahnya yang sangat banyak dan tersebar diseluruh pelosok negeri ini, kaum buruh pula merupakan kekuatan utama dalam memenentukan wajah masyarakat Indonesia secara umum. Di tangan merekalah wajah negara ini tegak atau tertunduk.
Namun bagaimana nasibnya setelah pemilu ini ?, ada sekitar 133,94 juta buruh yang menyaksikan dan menjumpai para calon presiden maupun dari calon legislatif yang memperjuangkan nasib buruh sebagai alat kempanye dalam pesta demokrasi ini. Ada yang menyampaikan akan memprjuangkan kehidupan buruh kedepannya dengan menaikan gaji atau standar upah minumnya secara nasional, bahkan disisi lain ada yang memperjuankan untuk pengutamaan buruh lokal ketimbang tenaga kerja asing dan akan menghapus outsourcing yang merugikan pekerja. Tetapi itu merupakan kampanye yang sering kali didapatkan dalam setiap moment pesta demokrasi ini.
Lihat saja, misalnya, SKB 4 Menteri Tahun 2008 Tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global, yang justru menambah ruwet persoalan buruh tersebut. Sesuai dengan faktanya di lapangan, peran pemerintah yang sangat terhormat dan terpuji itu seringkali tak sesuai dengan harapan kaum buruh. Bahkan, justru pemerintah seringkali disetir oleh pemilik modal untuk melawan kaum buruh itu sendiri. Kini, buruh harus berjuang sendirian di medan laga untuk memenuhi kebutuhan diri, anak, istri, saudara dan sanak familinya. Apakah hal itu akan menjadi kepentingan segelintir saja setelah pemilu ini, ataukah akan memihak kepada perjuangan buruh sebagai orang yang sangat berjasa terhadap negeri ini. Walaupun sampai hari ini belum kita lihat daripada orang-orang yang ikut bertarung dalam pemilu ini, disebabkan belum ada kepastian secara legal karena belum ditetapkan.
Apakah setelah pemilu ini, para pemenang akan menciptakan tatanan baru, kebijakan baru dan aturan baru yang akan memihak dan akan memberikan sumbangsi besar pada kehidupan buruh tersebut demi tercapainya kesejahteraan yang sesuai dengan amanat konstitusi atau UUD 1945. Karena selama ini Jalan terjal untuk menggapai kesejahteraan bagi para buruh tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Idealnya, buruh, pemilik modal dan negara bersatu, berdiskusi, mencari solusi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi para buruh.
Dalam hal ini, buruh tentu ingin meningkatkan taraf kehidupannya ke situasi yang lebih nyaman. Negara juga mempunyai peran untuk mengentaskan kemiskinan dan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat luas. Sedangkan pengusaha atau pemilik modal ingin mendapatkan keuntungan maksimal dari hasil usahanya.
Melalui momentum perayaan Hari Buruh ini, mari sama-sama memikirkan nasib bangsa kedepannya, mana yang terbaik dan diinginkan oleh kita semua, terkhusus para buruh dalam merayakan harinya tentu ada kesan ingin menyampaikan pendapat atau orasinya selama ini, mari sampaikan dengan baik dan damai tanpa harus menambah persoalan baru dan jangan terprovokasi oleh pihak yang akan merusak tatanan berbangsa dan bernegara ini.
Sekian dan Terima Kasih.
Komentar
Posting Komentar