Indonesia Politik dan Perasaan Cintanya Hampir Lucunya

Politik dan Perasaan cinta Hampir Sama Lucunya.

Sebenarnya ini judul tidak mampu dijadikan sebagai bahan untuk pembelajaran disetiap studi, tapi ini hanya lelucon semata yang dapat mengandung beberapa pembelajaran, baik itu disisi politiknya maupun disisi perasaannya. Yang menjadi pertanyaan kenapa kemudian politik mampu saya samakan dengan persoalan permainan perasaan antara 2 insan yang berbeda (laki2 dan perempuan), karena ini sesuai dengan perabaan saya yang ada di indonesia.

Saya hanya mampu menarik dari era setelah reformasi sekitar 19 tahun lah keatas menghampiri 2 dekade, ini berarti bahwa politik yang ada di indonesia semua orang bebas, karena adanya semangat demokrasi bebas untuk berserikat, berkelompok dan menyatakan pendapatpun bebas, asalkan tidam menyentuh SARA.

Ada sebuah pernyataan yang telah merasuk pada diri kita semua, bahwa politik "tidak ada kawan dan tidak ada lawan yang abadi, yang hanya adalah kepentingan", misalnya sebagian dari politik saja, ada beberapa orang yang ingin maju sabagai anggota lemper (lembaga perwakilan)/legislatif yang berasal dari satu wilayah, diantara mereka awalnya berteman dan berkawan dan bahkan satu wadah/partai, tapi karena persoalan mau duduk dikursi yang begitu sangat menguntungkan, maka ia mengumbar kejelekan demi untuk meraih suara yang terbanyak, begitupun sebaliknya, dia sudah mampu meyampaikan visi dan misinya dengan begitu indah didengar oleh pemilik suara. Akan tetapi ketika mereka sudah  mampu mendapatkan kursi keuntungan malah ia lebih memilih berafiliasi atau membagun hubungan dengan temannya dahulu, kemudian menjadi lawan dan kemudian disatukan dalam sebuah kepentingan mereka masing-masing ataupun kelompoknya, ia bahkan telah melupakan visi misi dan suara-suara yang dari luar lembaga padahal ia merupan lembaga perwakilan atau mewakili suara-suara rakyat yang harus ia perjuangkan. Tapi disini yang memperlu digaris bawahi adalah visi misi yang ia tawarkan dan aspirasi dari suara-suara rakyat itu tidak menjadi tujuan utama lagi ketika ia sudah masuk dalam sistem tersebut, karena didalam sistem lembaga tersebut tidak berbicara lagi siapa kawan, lawan dahalu, tapi siapa yang mampu memberikan keuntungan pada dirinya sendiri dan kelompok. Itu berarti ia tidak mampu menetapkan dirinya sebagai orang yang tetap dalam pendirianya.

Sedangkan jika dikaitkan dengan politik dan perasaan dalam percintaan walaupun itu hanya bersifat sebagian saja yang melakukan, tapi sebagian tersebut yang saya jadikan sumber persamaan, dimana sebagian tersebut tidak mampu juga menetapkan dirinya sebagai orang yang tetap dalam pendiriannya, dahulunya ia mampu menyatakan cinta itu dilarang karena persoalan masih kecil, setelah berkembang, persoalan dimarahi orang tua, aturan ataupun issu tentang agama yang menjadi kendalannya. Tapi setelah mendapatkan sesuatu yang begitu mumpuni ia mampu menetapkan bahwa saat itulah saya berpacaran, tapi itukan hak mereka. Hahah.

Kasian negeri ini jika saya mampu menyamakan politiknya dengan perasaan cinta ataupun pacaran. Maka pantaslah dikatakan negeri ini diambang ketidak jelasan dan akan mendatangkan kehancuran. ( MA. Maros 27-02-2017, 01:10)