Etika Profesi Hukum
Pemahaman
Etika dalam pengembangan ilmu pengetahuan ternyata sangat dibutuhkan. Bahkan
jika dikaitkan dengan filsafat maka dalam filsafat sendiri sangat berkaitan
erat dengan etika, Hubungan antara ilmu dan etika akan membangun masyarakat
ilmiyah, yang berbudaya ilmu pengetahuan[1].
Etika
profesi dalam hal segala profesi atau pekerjaan setiap orang atau lembaga maka
sangat menghargai akan adanya etika dalam berprofesi, kerena dimana hampir
setiap profesi sangat menjunjung tinggi akan adanya etika, bahkan bila
dikerucutkan dalam hal profesi hukum maka akan didapatkan etika didalamnya,
karena orang yang berprofesi dalam bidang hukum atau penegak hukum maka perlu
adanya profesi, masa kemudian para penegak hukum berada pada ruang lingkup
hukum yang didalamnya terdapat keadilan, kemanfaatan dan kepastian yang merupakan
tujuan hukum lalu ia tidak menanamkan didalamnya etika atau para penegak hukum.
Makanya dari pokok bahasan itulah maka kita perlu membahas secara lebih dalam
tentang dasar sebagai ilmu atau disebut sebagai filsafat dan etika seperti
kehendak manusia yang bebas, tujuan dari suatu perilaku cara atau jalan yang
digunakan untuk mencapai tujuan, akibat yang ditimbulkan oleh masyarakat,
tentang pilihan bebas atau tidak, pemahaman tentang ada batas atau tidak ada
batas nilai baik dan buruk itu, konsep tentang kesadaran moralitas adanya
hakikat manusia, adanya hakikat tuhan, perlawanan etis terhadap nilai baik dan
buruk, dinamika diri manusia, yang mana mencari keseimbangan moral, sifat keras
kepala dan hilangnya rasa malu dan dosa dari perilaku manusia.
B.
Rumusan
Masalah
Sebagai
usaha mengarahkan pembahasan di dalam makalah ini, maka dirumuskan sebagai
berikut:
1. filsafat sebagai dasar dari berbagai
ilmu pengetahuan dan lalu bagai mana pandangannya terhadap etika atau etika
profesi?
2. Apa yang dimaksud dengan etika
profesi dan profesi hukum ?
3. Bagaimana similsasinya antara etika
dengan berbagai macam profesi terkhusus profesi hukum ?
4. Bagaimana pandangan setiap agama
terhadap etika tersebut ?
C.
Tujuan
Berdasarkan
point-point pertanyaan tersebu diatas maka penulis mempunyai tujuan dalam
penulisan makalah ini, yaitu :
1. Memahami
Hakikat ilmu pengatahuan dan pengembanganya
2. Memahami
arti etika
3.
Memahami etika profesi hukum
4. Memahami similasi
antara etika dengan agama secara universal.
BAB II FILSAFAT DAN
ETIKA
A.
Filsafat dan Etika
a. Pengertian
Filsafat
Filsafat berasal
dari bahasaYunani, philosophia atau philosophos. Philos
atau philein berarti teman atau cinta, dan shopia
shopos kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah.atau berarti. Filsafat
berarti juga mater scientiarum yang artinya induk dari segala
ilmupengetahuan[2]. Filsafat
dan Ilmu adalah duakata yang saling berkaitan baik secara substansial maupun
historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat,
sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Ilmu atau Sains
merupakan komponenter besar yang diajarkan dalam semua strata pendidikan.
Walaupun telah bertahun-tahun mempelajari ilmu, pengetahuan ilmiah tidak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu dianggap sebagai hafalansaja, bukan
sebagai pengetahuan yang mendeskripsikan, menjelaskan,memprediksikan gejala
alam untuk kesejahteraan dan kenyamananhidup. Kini ilmu telah tercerabut dari
nilai luhur ilmu, yaitu untuk menyejahterakan umat manusia. Bahkan tidak
mustahil terjadi, ilmu dan teknologi menjadi dibencana bagi kehidupan manusia,
seperti pemanasan global dan dehumanisasi. Ilmu dan teknologi telah kehilangan
rohnya yang fundamental, karena ilmu telah mengurangi bahkan menghilangkan
peran manusia, dan bahkan tanpa disadari manusia telah menjadi budakilmu dan
teknologi. Oleh karena itu, filsafat ilmu mencoba mengembalikan roh dan nilai
luhur dari ilmu, agar ilmu tidak menjadi boomerang bagi kehidupan manusia.
Filsafat ilmu akan mempertegas bahwa ilmu dan teknologi adalah instrument dalam
mencapai kesejahteraan bukan tujuan.
Ilmu filsafat itu sangat luas lapangan
pembahasannya. Tujuannya ialah mencari hakihat kebenaran dari segala sesuatu,
baik dalam kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), maupun dalam
mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Etika baru menjadi ilmu bila
kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap
baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering
kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan
metodis[3].
Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral. Manusia mempunyai seperangkat
pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk. Namun
penilaian ini hanya bisa dilakukan oleh orang lain yang melihat kita. Orang
lain yang mampu memberikan penilaian secara objektif dan tuntas, dan pihak lain
yang melakukan penilaian sekaligus memberikan arti adalah pengetahuan yang
disebut filsafat. Filsafat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari kita
b.
Pengertian Etika
Kata “etika” berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti kebiasaan, adat,
watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bahasa Latin, etika disebut dengan
moral (Mos/Mores) yang memiliki pengertian adat kebiasaan atau kesusilaan.
Pengertian Etika (Etimologi),
berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau
adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral
yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya
“Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan
melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan
yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam
kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk
penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
Susila (Sanskerta), lebih
menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik
(su). Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
c.
Tokoh-Tokoh Etika
1. PLATO :
“CINTA KEPADA SANG BAIK”
Dasar
Teori : Menurut Plato, orang baik itu
apabila ia DIKUASAI oleh AKAL BUDI, buruk apabila ia dikuasai oleh keinginan
dan hawa nafsu. Bagi plato orang yang mengikuti akal budi adalah orang yang
berorientasi kepada realitas yang sebenarnya.
Konsep
Etika : Etika adalah hal kebijaksanaan.
Merupakan sarana ampuh untuk mengantar orang hidup etis. Bagaimana seseorang
hidup tergantung pada pengertian tentang dirinya dalam kesatuan dengan seluruh
kosmos (alam raya) dan realitas.
2. ARISTOTELES : “MENUJU KEBAHAGIAAN”
Dasar
Teori :
Aristoteles menjelaskan dengan kemampuan akal budi manusia untuk membuat abstraksi, untuk mengangkat
bentuk-bentuk universal dari realitas empiris individual. Pendekatan
Aristoteles adalah empiris. Menurut Aristoteles tujuan terakhir manusia adalah
kebahagiaan.
Konsep
Etika
: Menurut Aristoteles, orang yang hanya dapat di ajari etika apabila ia sudah
memahami sikap etis. Lingkaran hermeneutis : “kita hanya dapat diajari
kehidupan yang etis apabila kita sebenarnya sudah tahu apa itu kehidupan yang
etis. Yang khas bagi etika Aristoteles adalah kaitan yang erat antara ETIKA,
PRAXIS, dan POLITIK.
3. EPIKUROS :
“ETIKA SEBAGAI SENI HIDUP”
Dasar
Teori : Zaman Epikuros adalah permulaan
HELENISME. Bukan filsafat melainkan cita-cita si bijaksana, ho sophos, yang
menentukan pemikiran Helenis. Aliran Epikuros lebih menekankan sekolah
kebijaksanaan hidup daripada kebijaksanaan dunia.
Konsep
Etika : Kebahagiaan dan inti ajaran moral
Epikuros, terdiri dalam nikmat. Epikuros
sangat menegaskan kebijaksanaan (phronesis).
Hedonisme Epikuros menganjurkan agar manusia menguasai diri.
4. STOA :
“KETENANGAN ORANG BIJAKSANA”
Dasar
Teori : Pandangan dunia Stoa adalah monistik
: dunia itu sekaligus materiil, ilahi dan rasional. Menurut Stoa, seluruh
realitas pada hakikatnya bersifat materiil. Segala yang ada bersifat bendawi.
Kosmos, alam semesta itu diresapi seluruhnya oleh logos, akal budi ilahi.
Konsep
Etika : Etika Stoa dapat dipahami sebagai
seni hidup yang menunjukan jalan ke kebahagiaan. Stoa mengharapkan kebahagiaan
dari keberhasilan hidup manusia. Prinsip dasar etika Stoa adalah penyesuaian
diri dengan hukum alam (OIKEIOSIS) yang berarti “mengambil sebagai milik”.
5. AUGUSTINUS
: “CINTAILAH DAN LAKUKANLAH APA YANG KAU KEHENDAKI”
Dasar
Teori : Aliran MANIKEISME, suatu aliran
berasal dari persia yang ajarannya duralistik. Aliran ini menyatakan bahwa
realitas terdiri atas dua prinsip dasar: yang baik, yaitu cahaya, Allah, atau
roh dan yang jahat, kegelapan atau materi.
Konsep
Etika : Bagi Augustinus hidup yang baik dalam
arti moral adalah hidup menuju kebahagiaan. Etika dalam pengertian Augustinus
adalah ajaran tentang hidup bahagia. Menurut Augustinus, kita dengan sendirinya
tertarik kepada yang baik.
6. THOMAS
AQUINAS : “KEBAHAGIAAN DAN HUKUM KODRAT”
Dasar
Teori : Thomas Aquinas berhasil
mempersatukan ajaran-ajaran Augustinus. Thomas Aquinaslah yang menjadikan
Aristoteles dasar pemikiran nya, tetapi dengan tidak menyingkirkan gagasan
dasar Augustinus.
Konsep
Etika : Etika Thomas Aquinas bersifat
EUDEMONISTIK dan TEONOM. Eudemonistik karena dengan hidup menurut hukum kodrat
kita dapat semakin bahagia; dan teonom karena kita sekaligus taat kepada hukum
abadi, hukum Allah).
7. BARUCH
SPINOZA : “TUHAN atau ALAM”
Dasar
Teori : Segala apa yang ada adalah satu
dan sama. Oleh karena itu, filsafat Spinoza merupakan FILSAFAT IDENTITAS. Oleh
karena itu, mengapa Spizoa disebut ateis: ia tidak mengakui adanya Allah dalam
arti biasa, sebagai “pencipta alam”, yang bisa juga tanpa alam. Konsep Etika : Manusia adalah bagian
alam, apa yang dialaminya merupakan kejadian niscaya, dengan kepastian
hukum-hukum ilmu ukur. Jiwa dan badan, roh dan tubuh adalah sama. Disini etika
Spinoza mencapai puncaknya.
8. JOSEPH
BUTLER : “CINTA DIRI TENANG”
Dasar
Teori : Distingsi antara
dorongan-dorongan spontan di satu pihak baik yang merusak maupun yang positif
dan mendukung sikap baik terhadap orang lain serta pertimbangan rasional dan
“cinta diri tenang” di lain pihak, serta relevansi distingsi itu dibagi
penilaian terhadap moralitas merupakan salah satu penemuan besar dalam teori
etika.
Konsep
Etika : Butler disebut karena ia berhasil
menyingkap beberapa pandangan filsafati serta menjelaskan beberapa struktur
dalam manusia yang relevan bagi etika.
9. DAVID HUME
: “PERASAAN MORAL”
Dasar
teori :
Menurut Hume, segala isi kesadaran berasal dari pengalaman indrawi. Hanya ada
dua macam pengertian, yaitu pengalaman indrawi, baik dari luar maupun
perasaan-perasaan batin.
Konsep
Etika :
Sesuai dengan sikapnya yang empiristik, Hume menolak segala sistem etika yang tidak
berdasarkan fakta-fakta dan pengamatan-pengamatan empiris. Pendekatan
empiristik Hume itu membawa implikasi langsung bahwa tidak ada dasar untuk
bicara tentang “keharusan moral”.
10. IMMANUEL KANT : “HUKUM MORAL DI BATINKU”
Dasar
teori :
Karya kritis pertama Kant adalah kritik terhadap Akal Budi Murni. Dalam bukunya
Kant melakukan “revolusi Kopernikan di bidang filsafat”: sebagaimana kopernikus
menjatuhkan gambaran dunia tradisional dengan mempermaklumkan bahwa bukan
matahari yang mengitari bumi melainkan bumi yang mengitari matahari, begitu
pula Kant memutarbalikan paham tradisional tentang pengertian.
Konsep
etika :
Kant mengandaikan paham kebaikan moral itu. Ia membuka penyelidikannya dengan
sebuah pernyataan tentang apa yang baik tanpa pembatasan sama sekali.
11.
ARTHUR SCHOPENHAUER : “BELAS KASIH dan PENYANGKALAN DIRI”
Dasar
Teori : Bagi Schopenhauer, bidang noumenal itu bukan
sebuah Ding an sich, melainkan kehendak dan kehendak merupakan realitas
transcendental, artinya realitas noumenal, dibelakang realitas fenomenal atau
empiris yang kita rasakan.
Konsep
Etika : Titik tolak etika Schopenhauer
adalah situasi dimana manusia menemukan diri. Menurutnya hidup adalah
menderita. Tak ada tujuan yang memuaskan kita. Kita senantiasa resah, dasar
keresahan adalah ketidaksesuaian dinamika kehendak yang semesta dengan
tujuan-tujuan empiris yang terbatas,kepadanya kehendak kita diarahkan.
12.
JOHN STUART MILL : “PRINSIP KEGUNAAN”
Dasar
Teori : Utilitarisme bertolak dari
situasi dimana berhadapan dengan pelbagai kemungkinan untuk bertindak dan kita tidak tahu akternatif mana yang akan
kita pilih. Tolak ukur tindakan bermoral terdiri dari empat yaitu :
Deontologist yaitu moralitas suatu tindakan melekat pada tindakan itu sendiri.
Apa yang baik bagi dirinya sendiri.
Prinsip utilitarisme adalah pencarian nikmat yang merupakan
tolak ukur moralitas dan sebagai penolakan terhadap anggapan bahwa tujuan
manusia adalah nikmat jasmani.lebih menguntungkan dilihat dari kepentingan.
13.
FRIEDRICH NIETZSCHE : “MORALITAS TUAN LAWAN MORALITAS BUDAK”
Dasar
teori : Nietzsche secara fanatik
menyangkal adanya Allah bukan berdasarkan pertimbangan filosofis-rasional,
malinkan karena dengan adanya Allah ia tidak melihat ruang bagi pengembangan
diri manusia (gagasan ini kemudian menjadi inti ateisme Sartre)[4].
d.
Hubungan Etika dengan Kehidupan Sosial
·
Hubungan antara Ilmu dengan Etika
Pada
sub-bagian ini kita akan membahas manusia sebagai manipulator dan artikulator
dalam mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan. Dalam psikologi, dikenal konsep diri dari Freud yang dikenal dengan nama “id”,
“ego” dan “super-ego”. “Id” adalah bagian kepribadian yang menyimpan
dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dalam agama) dan hasrat-hasrat yang
mengandung dua instink: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif dan
agresif). “Ego” adalah penyelaras antara “id” dan realitas dunia luar.
“Super-ego” adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani
(JRakhmat, 1985). Dalam agama, ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara
murka (hawa nafsu).
Ketika
manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja
hanya memfungsikan “id”-nya, sehingga dapat dipastikan bahwa manfaat
pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Milsanya, dalam
pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara super-ego tidak
berfungsi optimal, maka tentu nafsu angkara murka yang mengendalikan tindak
manusia dalam menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan. Dari hal
tersebut, kebaikan yang diperoleh manusia adalah nihil. Kisah dua kali perang
dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalah pilihan “id” dari
kepribadian manusia yang mengalahkan “ego” maupun “super-ego”-nya.
Oleh
karena itu, pada tingkat aksiologis, pembicaraan tentang nilai-nilai adalah hal
yang mutlak. Nilai ini menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab manusia dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar
kemaslahatan manusia itu sendiri.
·
Hubungan antara Teknologi dengan Etika
Secara
umum, etika menuntut kejujuran dan dalam iptek ini berarti kejujuran ilmiah (scientific honesty). Mengubah, menambah,
dan mengurangi data demi kepentingan tertentu termasuk dalam ketidakjujuran ilmiah.
Mengubah dan menambah data dengan rekaan sendiri dapat dimaksudkan agar
kurvanya memperlihatkan kecenderungan yang diinginkan. Mungkin penelitinya
sendiri yang menginginkan agar hasil penelitiannya sesuai dengan teori yang
sudah mapan. Mungkin penaja (sponsor) peneliti itu yang ingin menonjolkan citra
produk industrinya. Mereka-reka data semacam itu merupakan the sin of commission. Sebaliknya membuang sebagian data yang
“memperburuk” hasil penelitian adalah the
sin commission. Penghapusan data yagn “jelek” itu mungkin dimaksudkan oleh
penelitinya agar analisis datanya memperlihatkan keterandalan (realibility) yang lebih baik. Lebih
jahat lagi kalau dosa komisi itu dilakukan untuk menyembunyikan efek samping
yang negatif dari produk yang diteliti. Ketidakjujuran ilmiah semacam ini
pernah dilakukan peneliti yang ditaja pabrik penyedap rasa (monosodium glutamate) di Thailand.
·
Hubungan antara Etika dengan Kebudayaan
Meta-ethical cultural
relativism merupakan cara
pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran moral
yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita
menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai cara
pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.
Etika
erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia
sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu
berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap
kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan
dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral
yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan
kehidupan social apa yang kita jalani.
·
Hubungan antara Etika dengan Krisis
Kemanusiaan
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral. Etika berasal dari bahasa yunani
yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap.
Manusia yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof
Yunani yang bernama Aristoteles ( 384 – 322 SM ). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan,
sikap, kewajiban dan sebagainya.
Etika dibagi menjadi 2 kelompok, etika umum dan etika
khusus. Etika khusus dibagi menjadi 2 kelompok lagi menurut Suseno (1987),
yaitu etika individual dan etika sosial yang keduanya berkaitan dengan tingkah
laku manusia sebagai warga masyarakat. Etika individual membahas kewajiban
manusia terhadap diri sendiri dalam kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai
warga masyarakat. Etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai
anggota masyarakat atau umat manusia. Dalam masalah ini, etika individual tidak
dapat dipisahkan dengan etika sosial karena kewajiban terhadap diri sendiri dan
sebagai anggota masyarakat atau umat manusia saling berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia lain baik
secara langsung maupun dalam bentuk kelembagaan (keluarga, masyarakat, dan
negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia, idiologi-idiologi
maupun tanggungjawab manusia terhadap lingkungan hidup. Etika sosial berfungsi
membuat manusia menjadi sadar akan tanggungjawabnya sebagai manusia dalam
kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
e. Tujuan
Etika
Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika
yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct) profesi adalah:
1.
Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan
tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya.
2.
Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi
dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi
dilema-dilema etika dalam pekerjaan
3.
Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga
reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan
kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
4.
Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan
pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika
menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik)
profesi dalam pelayanannya
5.
Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga
kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
6.
Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak
sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar
kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi
profesinya
7.
Etika sebagai ilmu tentang
kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat, yang
dapat memahami apa yang baik dan yang buruk. Arti susila dalam etika
dimaksudkan kelakuan atau perbuatan seseorang bernilai baik, sopan menurut
norma-norma yang dianggap baik.
8.
Untuk memelihara keseimbangan kehidupan pribadi maupun
kehidupan bersama (sosial), manusia perlu mengetahui aturan-aturan,
nilai-nilai, norma-norma umum, maupun aturan ajaran agamanya. Manusia yang
selalu berpikir kritis akan mampu menimbang perilaku, mana yang berdampak baik
dan berdampak buruk. Kesadaran diri, harus berperilaku bagaimana ini, yang
dikenal dengan ilmu etika.
Etika
adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang
harus dilakukan oleh manusia dangan yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus
dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukan jalan untuk
melakukan apa yang harus diperbuat.
1. Etika
Menurut Agama Islam
(
Bahasa Arab:
أخلاق إسلامية ) atau "Adab dan Akhlak Islamiyah" adalah etika dan
moral yang dianjurkan di dalam ajaran Islam yang tercantum di dalam Al-Quran
dan Sunnah, dengan mengikuti contoh dari teladan Nabi Muhammad ,
yang di dalam akidah Islamiyah dinyatakan sebagai manusia yang paling sempurna
akhlaknya. Akhlak memiliki makna yang sama dengan Adab, dan terbagi menjadi dua
yaitu akhlak yang terpuji (akhlaq mahmudah) dan akhlak yang tercela
("akhlaq madzmumah").
Akhlak
secara bahasa maknanya adalah perangai atau tabiat, yaitu gambaran batin yang
dijadikan tabiat bagi manusia. Pengertian akhlak menurut Imam Al-Qurthubi:
"Akhlaq adalah sifat-sifat seseorang, sehingga dia dapat berhubungan
dengan orang lain. Akhlak ada yang terpuji dan ada yang tercela. Secara umum
makna akhlak yang terpuji adalah engkau berhias dengan aklak yang terpuji
ketika berhubungabn dengan sesama, dimana engkau bersikap adil dengan
sifat-sifat terpuji dan tidak lalim karenanya. Sedangkan secara rinci adalah
memaafkan, berlapang dada, dermawan, sabar, menahan penderitaan, berkasih
sayang, memenuhi kebutuhan hidup orang lain, mencintai, bersikap lemah lembut
dan sejenis itu. Sedangkan Akhlak yang tercela adalah sifat-sifat yang
berlawanan dengan itu."
2.
Etika Menurut Agama Katolik
Teologi moral Katolik adalah sebuah kategori besar dari
doktrin di dalam Gereja Katolik Roma, sejajar dengan sebuah etika
religius. Ajaran Katolik tentang Tatanan
Sosial yang Adil Gereja Katolik sejak seratus tahun yang lalu menyadari
tanggung jawabnya terhadap keadilan sosial.
Ajaran sosial Gereja tersebut diatas bersifat normatif
seperti tentang upah yang adil, hak membentuk serikat buruh, hak memperjuangkan
hak-hak buruh, penolakan terhadap liberalisme ekonomis dengan penegasan negara
wajib campur tangan demi keadilan sosial serta beberapa kepentingan lainnya
yang mengarah pada tatanan sosial yang adil. Pandangan diatas diterjemahkan
setidaknya kedalam 3 prinsip dasar penataan masyarakat yang relevan dengan
martabat manusia yaitu (1) kesejahteraan umum (2) keadilan sosial (3)
solidaritas.
Dunia usaha atau bisnis dalam pandangan Katolik harus
mengikuti tuntutnatn moralitas biasa yang sudah ada di tengah-tengah
masyarakat. Tidak ada pengetahuan khusus tentang bagaimana bisnis itu
dijalankan secara etis. Yang diharapkan adalah seorang usahawan Katolik
menerapkan semangat, kejujuran, wawasan yang tidak sempit, tidak keras, tidak
egois bahkan terhadap saingannya, tanggung jawab sosial atau tidak ada yang
dirugikan karena usahanya, serta perhatian penuh kepada karyawannya.
3.
Etika Menurut Agama Kristiani
Yaitu etika yang dianut oleh agama risten dan berlandasan
Alkitab sebagai smber otoritas tertinggi segala kebaikan. Emanuel E. James: Etika Kristen mempertimbangan relasi dan
pengertian akan Allah dalam perilaku manusia dan menunjukkan respon kepada
Allah melalui Kristus sebagai syarat mutlak.”
Titik tolak berpikir Etika Kristen adalah iman kepada Tuhan
yang telah menyatakan diri di dalam Tuhan Yesus Kristus. Etika Kristen
merupakan tanggapan akan kasih Allah yang menyelamatkan kita (bandingkan dengan
1 Yohanes 4:19). Kehidupan etis merupakan cara hidup dalam persekutuan dengan
Tuhan. Dalam Etika Kristen kewibawaan Tuhan Yesus Kristus diakui. Berkaitan
dengan kewibawaan, George Wolfgang Forell menekankan bahwa, titik utama Etika
Kristen, khususnya etika Perjanjian Baru) adalah Yesus Kristus.
Etika Kristen juga menyadarkan kita, bahwa dosa adalah suatu
kekejian di hadapan Allah. Kesempurnaan dan pemulihan tatanan moral Kristiani
hanya diperoleh melalui pengampunan daan penyucian darah Kristus. Sikap hidup
kita sehari-hari harus sempurna seperti Allah, Bapa kita adalah suatu sempurna
(Mat 5:48), serta menjadi kudus sama seperti Dia adalah kudus ( 1 Pe 1:6).
Menyerai Alla dan menyerupai Kristus adalah tuntuan bagi setiap anak Tuhan.
4.
Etika Menurut Agama Budha
Etika
dalam agama Buddha secara tradisional didasarkan pada perspektif Sang Buddha, atau makhluk lain yang mengikutinya. Petunjuk moral
termasuk dalam kitab
suci agama Buddha atau diturunkan melalui tradisi.
Kebanyakan sarjana etika Buddha bergantung pada pemeriksaan kitab suci agama
Buddha, dan penggunaan bukti antropologis dari masyarakat Buddhis tradisional,
untuk membenarkan klaim tentang sifat etika Buddhis.
Menurut
agama Buddha tradisional, landasan etika Buddha bagi orang awam adalah Pancasila: tidak membunuh, mencuri, berbohong, pelecehan seksual, atau minuman keras. Dalam menjadi seorang Buddhis,
atau menegaskan komitmen seseorang terhadap agama Buddha, orang awam didorong
untuk bersumpah untuk menjauhkan diri dari tindakan-tindakan negatif. Rahib dan biarawati mengambil ratusan lebih sumpah (lihat vinaya).
5.
Etika Menurut Agama Hindu
Agama
Hindu mempunyai bangunan dasar agama yang sangat ketat, hal ini sebagai pedoman
bagi umat Hindu dalam menjalankan ibadah serta syariat agamanya sehari-hari.
Semua ajaran tentang kerangka dasar ini bersumber dari Kitab Suci Weda
dan Kitab-kitab Suci Agama Hindu lainnya. Kerangka dasar agama Hindu tersebut
ialah:
1. Tattwa atau Filsafat Agama Hindu
2. Susila atau Etika Agama Hindu
3. Upacara atau Ritual Agama Hindu
Bagi
umat Hindu menjalani serta memahami ketiga kerangka dasar tersebut menjadi suatu
kewajiban dan sangat penting. Oleh karenanya setiap umat Hindu akan dengan
sungguh-sungguh melaksanakan ketiga kewajiban tersebut. Tattwa merupakan
inti ajaran Agama, sedangkan susila sebagai pelaksana ajaran dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Ida
Sanghyang Widi, maka dilaksanakan pengorbanan suci yaitu berupa upacara
atau ritual.
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila,
yang berasal dari dua suku kata, su yang berarti baik, dan sila
berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Dalam hal ini
maka etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tata
nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia, mengenai apa yang
harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan
tercipta kehidupan yang rukun dan damai dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya
etika merupakan rasa cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana seseorang yang
menjalani dan melaksanakan etika itu karena ia mencintai dirinya sendiri dan
menghargai orang lain[5].
Pentingnya
Etika Dalam Kebijakan Publik
Salah satu agenda Reformasi dalam bidang administrasi
publik adalah mengupayakan terwujudnyaGood Governanceyaitu sistem
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab dan profesional yang
ditandai adanya aparat birokrasi pemerintah yang senantiasa mengedepankan
terpenuhinyapublic accountabilityand responsibility. Untuk itu setiap aparat
birokrasi pemerintah yang ada diseluruh level pemerintahan harus memiliki rasa
kepekaan (responsiveness) terhadap kepentingan masyarakat maupun terhadap
masalah-masalah yang ada dan harus dipecahkan di masyarakat, bertanggungjawab
dalam pelaksanaan tugas/pekerjaan, dan harus pula bersifat representatif dalam
pelaksanaan tugas. Hal ini berarti dihindarinya penyalahgunaan wewenang ataupun
tindakan yang melampaui wewenang yang dimiliki baik ditinjau dari berbagai
peraturan yang berlaku maupun dari nilai-nilai etika adm i nistrasi publik dan
etika pemerintahan.
Dalam paradigma dikotomi politik dan administrasi
pemerintah memiliki 2 (dua) fungsi yang berbeda, yakni :
a.Fungsi
politik, berkaitan dengan pembuatan kebijakan (public policy making) dan fungsi
administrasi yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut.
Hal ini berarti kekuasaan membuat kebijakan publik berada pada kekuasaan
politik sedangkan pelaksanaan atas kebijakan politik ini merupakan kekuasaan
dari administrasi publik.
b.Fungsi
administrasi, publik dihadapkan kepada sesuatu yang dilematis mengingat adanya
dikotomi antara politik dan administrasi. Kebijakan yang dihasilkan dari
konsensus politik harus bermain dalam tataran ”benar atau salah” ketika
dijalankan oleh administrasi publik.
BAB III ETIKA PROFESI
A.
Profesi
a.
Pengertian Profesi
Istilah
“profesi” memiliki sejumlah pengertian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
yang dimaksud dengan profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi dengan
keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu,Muhammad
Nuh dalam bukunya Etika Profesi Hukum memberi pengertian terhadap
profesi dengan pekerjaan pelayanan yang dilandasi oleh persiapan atau
pendidikan khusus yang formal dan landasan kerja ideal serta didukung oleh
cita-cita etis masyarakat. Profesi berbeda dengan pekerjaan lain yang tujuannya
memperoleh keuntungan semata. Profesi memusatkan perhatiannya pada kegiatan
yang bermotif pelayanan
Maka, profesi merupakan suatu hal yang berkaitan
dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian sehingga
banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Akan tetapi, keahlian yang diperoleh
dari pendidikan kejuruan belum dapat disebut profesi apabila tidak disertai
penguasaan teori sistematis yang mendasari praktik pelaksanaan, dan hubungan
antara teori dan penerapan dalam praktik,
b.
Ciri-ciri Profesi
Profesi
memiliki beberapa ciri-ciri dan sifat khusus yang melekat padanya, diantaranya
adalah sebagai berikut.
- Adanya pengetahuan khusus, biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki setelah mengikuti pendidikan, pelatihan, dan pengalaman bertahun-tahun.
- Adanya kaedah dan standar moral yang sangat tinggi. Setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
- Mengabdi pada kepentingan masyarakat. Artinya setiap pelaksana profesi harus mengutamakan kepentingan masyarakat dibandingkan kepentingan pribadinya.
- Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Yaitu nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup, dan sebagainya, untuk menjalankan suatu profesi, harus ada izin khusus.
- Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
B. Moralitas
Moralitas memiliki arti yang pada dasarnya sama dengan
‘’moral‘’ hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang moralitas suatu
perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan
tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai
yangberkenaan dengan baik dan buruk.Dengan demikian pengertian moral dapat di
pahami dengan mengklafikasikan nya sebagai berikut :
- Moral sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk melakukan perbuatan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jelek yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
- Moral sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai perbuatan seseorang apakah termasuk baik atau buruk.
Moral sebagai gejala kejiawaan yang timbul dalam bentuk perbuatan, seperti
berani jujur, sabar, gairah, dan sebagainya.
a. Perubahan
Moralitas dan Faktor – faktor yang Mempengaruhinya
Setiap
manusia dalam hidupnya pasti mengalami perubahan atau perkembangan, baik
perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut perubahan fisik, maupun
perubahan yang bersifat abstrak atau perubahan yang berhubungan dengan aspek
psikologis, perubahan tersebut disebabkan beberapa faktor, baik yang berasal
dari dalam manusia (internal) atau yang berasal dari luar (eksternal). Faktor
faktor itulah yang akan menentukan apakah proses perubahan manusia mengarah
pada hal hal yang bersifat positif atau sebaliknya mengarah pada perubahan yang
bersifat negative. Berbicara tentang pembentukan moral, maka tidak bisa di
lepas dari aspek perubahan atau perkebangan manusia. Tentu dalam pembentukan
moral ada faktor – faktor yang mempengaruhinya, seperti halnya perubahan
manusia pada umumnya.
Menurut beberapa ahli pendidikan, perubahan manusia
atau yang lebih spesifik mengenai pembentukan moral dipengaruhi oleh faktor
internal dan internal. Namun, mereka berbeda pendapat dalam hal faktor mana
yang paling dominan mempengaruhi proses perubahan tersebut. Perbedaan tersebut
diakibatkan karena berbedanya sudut pandang atau pendekatan yang digunakan oleh
masing – masing tokoh.
b. Hubungan
antara Moralitas dan Profesi
Nilai-nilai
etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang tetapi
milik setiap kelompok masyarakat. Bahkan kelompok yang paling kecil yaitu
keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok
diharapkan mempunyai tata niali untuk mengatur suatu kehidupan bersama.
Salah
satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam
pergalulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya
yaitu masyarakat professional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian
karena memiliki tata nilai yang tertuang secara tertulis (kode etik profesi).
Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku sebagian anggota
profesi tidak didasari pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama
(tertuang dalam kode etik profesi) sehingga terjadi kemerosotan etik pada
masayarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah, pada profesi hokum
dikenal adanya mafia peradilan, demikian pula pada profesi dokter, dengan
pendirian klinik super spesialis di daerah mewah sehingga masyarakat miskin
tidak mungkin menjamahnya.
C.
Peran Penting Etika
Profesi dan Prinsipnya
Etika profesi sangat memiliki arti dan peran penting dalam
kehidupan manusia karena sebuah
profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri
para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika
profesi pada saat mereka ingin memberikan jasakeahlian profesi kepada
masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semual dikenal
sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi
menjadisebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak
diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan
tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para
elite profesional ini.
Prinsip-prinsip
etika profesi tuntutan profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode
etik untuk masing-masing profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika
tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat
prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku untuk semua profesi pada
umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip ini sangat minimal sifatnya, karena
prinsip-prinsip etika pada umumnya yang paling berlaku bagi semua orang, juga
berlaku bagi kaum profesional sejauh mereka adalah manusia.
1. Pertama, prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan moto yang terbaik.
2. Prinsip kedua adalah prinsip keadilan . Prinsip ini
terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia
tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang
dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula.
3. Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih
merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar
agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya.
Sebenarnya ini merupakan kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena,
hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh
ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini
terutama ditujukan kepada pihak pemerintah.
4. Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat dan
ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah
juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia
mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan
juga kepentingan orang lain dan masyarakat.
BAB III ETIKA PROFESI HUKUM
A. Profesi Hukum
a. Pengertian Profesi Hukum
Profesi hukum adalah profesi yang
melekat pada dan dilaksanakan oleh aparatur hukum dalam suatu pemerintahan suatu
negara (C.S.T. Kansil, 2003 : 8). profesi hukum dari aparatur hukum negara
Republik Indonesia dewasa ini diatur dalam ketetapan MPR II/MPR/1993 tentang Garis-Garis
Besar Haluan Negara.
Pengemban profesi hukum harus
bekerja secara profesional dan fungsional, memiliki tingkat ketelitian,
kehati-hatian, ketekunan. kritis, dan pengabdian yang tinggin karena mereka
bertanggung jawab kepada diri sendiri dan sesama anggota masyarakat, bahkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengemban profesi hukum bekerja sesuai dengan kode
etik profesinya, apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik,
mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode
etik. Biasanya dalam organisasi profesi, ada dewan kehormatan yang akan
mengoreksi pelanggaran kode etik.
b. Tanggung
Jawab Profesi Hukum
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa indonesia
adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban
menanggung,memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan
jawab dan menanggung akibatnya.
Tanggung jawab dalam pengertian kamus diterjemahkan dengan kata “responsibility: having the caracter of a
free moral agent; capable of determining one’s own acts; capable of deterred by
consideration of sanction or consequences”. Definisi ini memberikan
pengertian yang dititikberatkan pada:
a.
Harus ada kesanggupan untuk menetapkan sikap terhadap suatu perbuatan
b.
Harus ada kesanggupan untuk memikul risiko dari suatu perbuatan.
Bila
pengertian itu dianalisis lebih luas, akan kita dapati bahwa dalam kata having the caracter itu dituntut sebagai
suatu keharusan, akan adanya suatu pertanggungan moral/karakter.
Tanggung
jawab profesi hukum itu sendiri diartikan dalam menjalankan tugasnya,
profesional hukum wajib bertanggung jawab, artinya:
(1)
Kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup
profesinya.
(2)
Bertindak secara profesional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara
cuma-cuma (prodeo).
Tanggung
jawab sebagai kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang
disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
c. Subyek Hukum Etika Profesi Hukum
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban
menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam
sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu berdasar dari sistem hukum
Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi,
institusi).
Dalam dunia hukum, subyek hukum
dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia
dan badan hukum.Manusia (naturlife persoon)
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara
kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai
subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia
meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa
dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang
menghendakinya. Namun,
Badan hukum adalah suatu badan
yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh
hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan
perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian,
mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan
badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat
melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum
dimungkinkan dapat dibubarkan.
Sebagaimana diketahui, bahwa pada
kenyataannya ada dua hal yang berbeda, yitu etika dan hukum, yang selanjutnya
diwujudkan dalam etika profesi dan ketentuan hukum, maka apabila ada hukum
bersubyekkan semua manusia dalam suatu territory tertentu dan pada suatu waktu
tertentu, maka subyek dan etika profesi adalah semua manusia dalam suatu
profesi tertentu, juga terikat pada teritori tertentu.
B. Nilai
Moral Agama Dalam Profesi Hukum
Hal ini dikarenakan, ilmu hukum
dalam keotentikannya merupakan ilmu yang sarat dengan moral dan moralitas. Ilmu
hukum merupakan realitas kodrati yang eksis dan tertanamkan di setiap hati
nurani manusia dan a priori terhadap segala bentuk perilaku manusia. Dalam
posisinya sebagai norma kehidupan seperti itu, maka ilmu hukum merupakan ilmu
amaliah. Artinya, tidak ada ilmu hukum tanpa diamalkan, dan tidak ada sesuatu
amalan digolongkan bermoral kecuali atas dasar ilmu hukum.
Bagaimanapun
perkembangan ilmu hukum harus berjalan secara wajar, sehat dan mampu menjadi
pendorong terwujudnya kehidupan yang lebih adil, bahagia dan sejahtera. Dalam
konteks pemikiran demikian, maka keutuhan moral dengan ilmu hukum harus tetap
dijaga, baik pada tataran teoretis maupun praktis. Moral dan moralitas
religius, sebagai fondasi utama untuk merespon keterpurukan perkembangan ilmu
hukum sangat penting, karena pada tataran paradigmatis, filosofis maupun
empiris, sejarah kehidupan manusia di belahan bumi manapun telah terbukti bahwa
agama mampu menjadi pilar-pilar yang kokoh bagi terwujudnya perikehidupan dan
penegakan hukum yang benar-benar adil.
Profesi hukum merupakan salah
satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral
itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap
profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis
Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari
kepribadian profesional hukum.
1. Kejujuran
Kejujuran
adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya,
sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap yang terdapat
dalam kejujuran yaitu :
a. Sikap terbuka,
berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau secara
cuma-cuma
b. Sikap wajar.
Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok
kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras.
2. Otentik
Otentik
artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian
yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain :
a. tidak
menyalahgunakan wewenang;
b. tidak melakukan
perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan tercela;
c. mendahulukan
kepentingan klien;
d. berani
berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu atasan;
e.
tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.
3. Bertanggung Jawab
Dalam
menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab, artinya :
a. kesediaan melakukan dengan
sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya ;
b. bertindak secara proporsional,
tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo);
c. kesediaan memberikan laporan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewajibannya.
4.
Kemandirian
Moral
Kemandirian moral artinya tidak
mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di
sekitarnya, melainkan memebetuk penilaian dan mempunyai pendirian sendiri.
mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak
terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), penyesuaian diri dengan
nilai kesusilaan dan agama.
5. Keberanian Moral
Keberanian
moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan kesediaan
untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain :
a. menolak segala bentuk korupsi,
kolusi suap, pungli;
b. menolak segala bentuk cara
penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah[6].
a.
Penegakan Kode Etik Dalam Profesi
Hukum
a.
Arti Penegak Hukum
Pengertian penegak hukum dapat dirumuskan sebgai
usaha melaksanakan hukum sebgai mestinya, mengawasi pelaksanaannya agar tidak
terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang
dilanggar itu supaya ditegakan kembali. Penegakan hukum dilakukan dengan
penindakan hukum menurut urutan berikut:
a. Teguran
peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbut lagi (percobaan);
b.
Pembebanan
kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda);
c.
Penyisihan
atau pengecuzlizn (pencabutan hak-hak tertentu);
d.
Pengenaan
sanksi badan (pidana, penjara, pidana mati);
Dalam pelaksanaannya tugas penegekan hukum,
penegakan hukum wajib menaati norma-norma yang telah ditetapkan. Notohamidjojo
(1975) menggunakan empat norma yang penting dalam penegakan hukum, ytaitu:
kemanusiaan, keadilan, kepatautan, dan kejujuran.
1.
Kemanusiaan
Norma
kemanusiaan menuntut agar dalam penegakan hukum manusia senantiasa diperlakukan
sebagai manusia yang memiliki keluhuran pribadi. Dihadapan hukum, manusia harus
dimanusiakan, artrinya dalam penegakan hukum manusia harus dihormati sebagai
pribadi dan sekaligus sebagai mahlik social.
2.
Keadilan
Menurut Thomas Aquinas, keadilan
adalah kebiasaan untuk memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya
berdasarkan kebebasan kehendak. Kebebasan kehendak itu ada pada setiap manusia.
Hak dan keadilan mempunyai hubungan yang sangat erat. Adanya hak mendahului
adanya keadilan. Hak yang dimiliki setiap manusia melekat pada kodrat manusia
itu sendiri, bukan semata-mata berasal dari luar diri manusia .
3.
Kepatutan
(equity)
Pada dasarnya kepatutan merupakan suatu koreksi terhadap keadilan legal.
Keadilan legal adalah keadilan yang menerbitkan hubungan antara individu
dan masyarakat atau Negara. Yang diperlukan oleh manusia adalah koreksi atau
perhatian khusus kepada dirinya.
4.
Kejujuran
Penegak hukum harus jujur dalam
menegakan hukum atau melayani pencari keadilan dan menjauhkan diri dari
perbuatan curang. Kejujuran berkaitan dengan kebenaaran, keadilan, kepatutan
yang semuanya itu menyatakan sikap bersih dn ketulusan pribadi seseorang yang
sadar akan pengendalian diri terhadap apa yang seharusnya tidak boleh
dilakukan.
b.
Kode Etik Profesi
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika
profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih
umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih
memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna
walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika
profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau
aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang
baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang
dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional. Sanksi
Pelanggaran Kode Etik :
a.
Sanksi
moral
b.
Sanksi
dikeluarkan dari organisasi
c. Tujuan
dan Fungsi Kode Etik Profesi
Tujuan kode etik profesi :
1)
Untuk
menjunjung tinggi martabat profesi.
2)
Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3)
Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4)
Untuk
meningkatkan mutu profesi.
5)
Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi.
6)
Meningkatkan
layanan di atas keuntungan pribadi.
7)
Mempunyai
organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8)
Menentukan
baku standarnya sendiri.
Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :
1)
Memberikan
pedoman bagi setiap anggota
profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Sebagai sarana kontrol
sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
2)
Sebagai
sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3)
Mencegah
campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam
keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai
bidang.
B.
Kode Etik Para Penegak Hukum
Etika atau kode etik profesi hukum adalah norma moral yang
harus ditaati oleh mereke yang berprofesi dibidang hukum. Untuk membuat hukum
yang baik diperlukan oleh orang-orang yang memiliki moral dan etika yang baik.
Demikian juga untuk melaksanakan dan penegakkannya. Beberapa contoh
bidang-bidang profesi penegak hukum antara lain:
1. Kode Etik
Hakim
Untuk jabatan hakim, Kode Etik Hakim disebut Kode
Kehormatan Hakim berbeda dengan notaris dan advokat. Kode etik profesi
hakim adalah norma etika yang berlaku dan harus ditaati oleh hakim, organisasi
ini dibuat oleh organisasi mereka yang berprofesi sebagai hakim, yaitu Ikatan
Hakim Indonesia (IKAHI), dalam munas IKAHI VIII di Bandung tanggal 30 Maret
2001 diputuskan profesi kode etik hakim Indonesia.
2. Kode Etik Notaris
Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu
kepada Undang-Undang Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika
profesinya. Etika profesi adalah seikap etis yang dituntut untuk dipenuhi oleh
profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi berbeda-beda menurut
bidang keahliannya yang diakui dafam masyarakat. Etika profesi diwujudkan
secara formal ke dalam suatu kode etik. "Kode " adalah segala yang
tertulis dan disepakati kekuatan hukumnya oleh kelompok masyarakat tertentu
sehingga kode etik dalam hal ini adalah hukum yang berlaku bagi anggota
masyarakat profesi tertentu dalam menjalankan profesinya .
3. Kode Etik Advokat
Kode
etik advokat, diartikan sebagai pengaturan tentang perilaku anggota-anggota,
baik dalam interaksi sesama anggota atau rekan anggota organisasi advokat
lainnya maupun dalam kaitannya di muka pengadilan, baik beracara di dalam
maupun diluar pengadilan.
Fungsi
dan tujuan kode etik adalah menjunjung martabat profesi dan menjaga atau
memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan melarang perbuatan-perbuatan
yang akan merugikan kesejahteraan materiil para anggotanya.
4. Kode Etik Jaksa
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi
yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku
dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan
akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik
dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan
mengarah pada keberhasilan.
Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat norma
kode etik profesi jaksa, yang disebut TATA KRAMA
ADHYAKSA.
Dalam pelaksanaannya tugas penegekan hukum,
penegakan hukum wajib menaati norma-norma yang telah ditetapkan.
BAB III
KESIMPULAN
Berbicara etika sama artinya dengan berbicara tentang moral
atau susila, mempelajari kaidah-kaidah yang membimbing kelakuan manusia
sehingga baik dan lurus. Penilaian moral diukur dari sikap manusia sebagai
pelakuknya, tentu akan timbul perbedaan penafsiran tentang yang baik dan buruk.
Karena ilmu itu diciptakan kemaslahatan umat manusia, ketika
pengembangan ilmu tidak dibarengi dengan etika maka pengembangan etika akan
merusak ekosistem manusia bukan menjaga kelangsungan ekosistem manusia, serta
teknologi nilai kemanfaatanya akan mejadi tidak berarti, dan bahkan bisa
digunakan untuk kepentingan kelompok untuk memperbudak yang lain, maka etika
sangat diperlukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Etika merupakan cabang
filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam
hubungannya dengan baik buruk. Maka dari itupula etika terhadap profesi sangat
diperlukan untuk memberikan batasan terhadap apa yang akan mereka lakukan dalam
profesinya, terutama dibidang profesi hukum
Maka dengan belajar etika maka diharapkan kita dapat
mengikuti dan menjalankan kaidah-kaidah etika dalam pengembangan dan
kehidupan bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Susanto, A. Filsafat Ilmu: suatu
kajian dalam dimensi ontologis, epsitomologis, dan aksiologi .jakarta (
Bumi Aksara: 2011)
Rahmat, Aceng .DKK. Filsafat Ilmu
lanjutan. Jakarta (kencana:2011)
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. (Raja
Grafindo Persada:2005)
Semiawan, cony DKK. Panorama
Filsafat Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman . Jakarta( Teraju:
2007)
Koento Wibisono.1997. Dasar-Dasar
Filsafat. Jakarta : Universitas Terbuka
Ahmad Tafsir Filsafat Umum, (Bandung,
1990).
Al-Ghazali, Setitik Cahaya Dalam
Kegelapan.
Jujun S. Suriasuantrim Filsafah
Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1998.
Anonim,
Ethical (Moral, Cultural) Relativism. http://www.owlnet.rice.edu/~spac205/February_11-2.pdf.
Presiden Foundation for a Global Ethic (Stiftung
Weltethos), Guru Besar Emeritus Teologi Ekumenis pada University of Tübingen . http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/internasional/2204-etika-global-dan-obama.html.
Harian Tempo 2/3/2009
Muchdhor
M. Krisis Kemanusiaan dan Etika
Global. Sinar Harapan 26/10/2002.http://www.tugaskuliah.info/2009/06/etika-profesional-dalam-pendidikan.html.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 2001. Filsafat Ilmu. 2nd ed. Yogyakarta.
Liberty
[1] Ahmad Tafsir Filsafat Umum,
(Bandung, 1990).
[2]
Semiawan, cony DKK. Panorama
Filsafat Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman . Jakarta( Teraju:
2007)
[3] Rahmat, Aceng .DKK. Filsafat
Ilmu lanjutan. Jakarta (kencana:2011)
[4]
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. (Raja
Grafindo Persada:2005)
[5]
Susanto, A. Filsafat Ilmu: suatu
kajian dalam dimensi ontologis, epsitomologis, dan aksiologi .jakarta (
Bumi Aksara: 2011)
Komentar
Posting Komentar