Etika Profesi Hukum



A.    Latar Belakang

            Pemahaman Etika dalam pengembangan ilmu pengetahuan ternyata sangat dibutuhkan. Bahkan jika dikaitkan dengan filsafat maka dalam filsafat sendiri sangat berkaitan erat dengan etika, Hubungan antara ilmu dan etika akan membangun masyarakat ilmiyah, yang berbudaya ilmu pengetahuan[1].

Etika profesi dalam hal segala profesi atau pekerjaan setiap orang atau lembaga maka sangat menghargai akan adanya etika dalam berprofesi, kerena dimana hampir setiap profesi sangat menjunjung tinggi akan adanya etika, bahkan bila dikerucutkan dalam hal profesi hukum maka akan didapatkan etika didalamnya, karena orang yang berprofesi dalam bidang hukum atau penegak hukum maka perlu adanya profesi, masa kemudian para penegak hukum berada pada ruang lingkup hukum yang didalamnya terdapat keadilan, kemanfaatan dan kepastian yang merupakan tujuan hukum lalu ia tidak menanamkan didalamnya etika atau para penegak hukum. Makanya dari pokok bahasan itulah maka kita perlu membahas secara lebih dalam tentang dasar sebagai ilmu atau disebut sebagai filsafat dan etika seperti kehendak manusia yang bebas, tujuan dari suatu perilaku cara atau jalan yang digunakan untuk mencapai tujuan, akibat yang ditimbulkan oleh masyarakat, tentang pilihan bebas atau tidak, pemahaman tentang ada batas atau tidak ada batas nilai baik dan buruk itu, konsep tentang kesadaran moralitas adanya hakikat manusia, adanya hakikat tuhan, perlawanan etis terhadap nilai baik dan buruk, dinamika diri manusia, yang mana mencari keseimbangan moral, sifat keras kepala dan hilangnya rasa malu dan dosa dari perilaku manusia.

B.     Rumusan Masalah

            Sebagai usaha mengarahkan pembahasan di dalam makalah ini, maka dirumuskan sebagai berikut:
1.      filsafat sebagai dasar dari berbagai ilmu pengetahuan dan lalu bagai mana pandangannya terhadap etika atau etika profesi?
2.      Apa yang dimaksud dengan etika profesi dan profesi hukum ?
3.       Bagaimana similsasinya antara etika dengan berbagai macam profesi terkhusus profesi hukum ?
4.      Bagaimana pandangan setiap agama terhadap etika tersebut ?

C.    Tujuan

            Berdasarkan point-point  pertanyaan tersebu diatas maka penulis mempunyai tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1.      Memahami Hakikat ilmu pengatahuan dan pengembanganya
2.      Memahami arti etika
3.      Memahami etika profesi hukum
4.      Memahami similasi antara etika dengan agama secara universal.

BAB II FILSAFAT DAN ETIKA
A.     Filsafat dan Etika

a.      Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasaYunani, philosophia atau philosophos. Philos atau philein berarti teman atau cinta, dan shopia shopos kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah.atau berarti. Filsafat berarti juga mater scientiarum yang artinya induk dari segala ilmupengetahuan[2]. Filsafat dan Ilmu adalah duakata yang saling berkaitan baik secara substansial maupun historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Ilmu atau Sains merupakan komponenter besar yang diajarkan dalam semua strata pendidikan. Walaupun telah bertahun-tahun mempelajari ilmu, pengetahuan ilmiah tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu dianggap sebagai hafalansaja, bukan sebagai pengetahuan yang mendeskripsikan, menjelaskan,memprediksikan gejala alam untuk kesejahteraan dan kenyamananhidup. Kini ilmu telah tercerabut dari nilai luhur ilmu, yaitu untuk menyejahterakan umat manusia. Bahkan tidak mustahil terjadi, ilmu dan teknologi menjadi dibencana bagi kehidupan manusia, seperti pemanasan global dan dehumanisasi. Ilmu dan teknologi telah kehilangan rohnya yang fundamental, karena ilmu telah mengurangi bahkan menghilangkan peran manusia, dan bahkan tanpa disadari manusia telah menjadi budakilmu dan teknologi. Oleh karena itu, filsafat ilmu mencoba mengembalikan roh dan nilai luhur dari ilmu, agar ilmu tidak menjadi boomerang bagi kehidupan manusia. Filsafat ilmu akan mempertegas bahwa ilmu dan teknologi adalah instrument dalam mencapai kesejahteraan bukan tujuan.

Ilmu filsafat itu sangat luas lapangan pembahasannya. Tujuannya ialah mencari hakihat kebenaran dari segala sesuatu, baik dalam kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), maupun dalam mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis[3]. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral. Manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk. Namun penilaian ini hanya bisa dilakukan oleh orang lain yang melihat kita. Orang lain yang mampu memberikan penilaian secara objektif dan tuntas, dan pihak lain yang melakukan penilaian sekaligus memberikan arti adalah pengetahuan yang disebut filsafat. Filsafat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari kita

b.      Pengertian Etika

Kata “etika” berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bahasa Latin, etika disebut dengan moral (Mos/Mores) yang memiliki pengertian adat kebiasaan atau kesusilaan.

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:

Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.

c.       Tokoh-Tokoh Etika

1.      PLATO : “CINTA KEPADA SANG BAIK”
Dasar Teori : Menurut Plato, orang baik itu apabila ia DIKUASAI oleh AKAL BUDI, buruk apabila ia dikuasai oleh keinginan dan hawa nafsu. Bagi plato orang yang mengikuti akal budi adalah orang yang berorientasi kepada realitas yang sebenarnya.
Konsep Etika : Etika adalah hal kebijaksanaan. Merupakan sarana ampuh untuk mengantar orang hidup etis. Bagaimana seseorang hidup tergantung pada pengertian tentang dirinya dalam kesatuan dengan seluruh kosmos (alam raya) dan realitas.

2.       ARISTOTELES : “MENUJU KEBAHAGIAAN”
Dasar Teori          : Aristoteles menjelaskan dengan kemampuan akal budi manusia untuk membuat abstraksi, untuk mengangkat bentuk-bentuk universal dari realitas empiris individual. Pendekatan Aristoteles adalah empiris. Menurut Aristoteles tujuan terakhir manusia adalah kebahagiaan.
Konsep Etika       : Menurut Aristoteles, orang yang hanya dapat di ajari etika apabila ia sudah memahami sikap etis. Lingkaran hermeneutis : “kita hanya dapat diajari kehidupan yang etis apabila kita sebenarnya sudah tahu apa itu kehidupan yang etis. Yang khas bagi etika Aristoteles adalah kaitan yang erat antara ETIKA, PRAXIS, dan POLITIK.
3.      EPIKUROS : “ETIKA SEBAGAI SENI HIDUP”
Dasar Teori : Zaman Epikuros adalah permulaan HELENISME. Bukan filsafat melainkan cita-cita si bijaksana, ho sophos, yang menentukan pemikiran Helenis. Aliran Epikuros lebih menekankan sekolah kebijaksanaan hidup daripada kebijaksanaan dunia.
Konsep Etika : Kebahagiaan dan inti ajaran moral Epikuros, terdiri dalam nikmat. Epikuros sangat menegaskan kebijaksanaan (phronesis). Hedonisme Epikuros menganjurkan agar manusia menguasai diri.
4.      STOA : “KETENANGAN ORANG BIJAKSANA”
Dasar Teori : Pandangan dunia Stoa adalah monistik : dunia itu sekaligus materiil, ilahi dan rasional. Menurut Stoa, seluruh realitas pada hakikatnya bersifat materiil. Segala yang ada bersifat bendawi. Kosmos, alam semesta itu diresapi seluruhnya oleh logos, akal budi ilahi.
Konsep Etika : Etika Stoa dapat dipahami sebagai seni hidup yang menunjukan jalan ke kebahagiaan. Stoa mengharapkan kebahagiaan dari keberhasilan hidup manusia. Prinsip dasar etika Stoa adalah penyesuaian diri dengan hukum alam (OIKEIOSIS) yang berarti “mengambil sebagai milik”.
5.      AUGUSTINUS : “CINTAILAH DAN LAKUKANLAH APA YANG KAU KEHENDAKI”
Dasar Teori : Aliran MANIKEISME, suatu aliran berasal dari persia yang ajarannya duralistik. Aliran ini menyatakan bahwa realitas terdiri atas dua prinsip dasar: yang baik, yaitu cahaya, Allah, atau roh dan yang jahat, kegelapan atau materi.
Konsep Etika : Bagi Augustinus hidup yang baik dalam arti moral adalah hidup menuju kebahagiaan. Etika dalam pengertian Augustinus adalah ajaran tentang hidup bahagia. Menurut Augustinus, kita dengan sendirinya tertarik kepada yang baik.
6.      THOMAS AQUINAS : “KEBAHAGIAAN DAN HUKUM KODRAT”
Dasar Teori : Thomas Aquinas berhasil mempersatukan ajaran-ajaran Augustinus. Thomas Aquinaslah yang menjadikan Aristoteles dasar pemikiran nya, tetapi dengan tidak menyingkirkan gagasan dasar Augustinus.
Konsep Etika : Etika Thomas Aquinas bersifat EUDEMONISTIK dan TEONOM. Eudemonistik karena dengan hidup menurut hukum kodrat kita dapat semakin bahagia; dan teonom karena kita sekaligus taat kepada hukum abadi, hukum Allah).
7.      BARUCH SPINOZA : “TUHAN atau ALAM”
Dasar Teori : Segala apa yang ada adalah satu dan sama. Oleh karena itu, filsafat Spinoza merupakan FILSAFAT IDENTITAS. Oleh karena itu, mengapa Spizoa disebut ateis: ia tidak mengakui adanya Allah dalam arti biasa, sebagai “pencipta alam”, yang bisa juga tanpa alam. Konsep Etika : Manusia adalah bagian alam, apa yang dialaminya merupakan kejadian niscaya, dengan kepastian hukum-hukum ilmu ukur. Jiwa dan badan, roh dan tubuh adalah sama. Disini etika Spinoza mencapai puncaknya.
8.      JOSEPH BUTLER : “CINTA DIRI TENANG”
Dasar Teori : Distingsi antara dorongan-dorongan spontan di satu pihak baik yang merusak maupun yang positif dan mendukung sikap baik terhadap orang lain serta pertimbangan rasional dan “cinta diri tenang” di lain pihak, serta relevansi distingsi itu dibagi penilaian terhadap moralitas merupakan salah satu penemuan besar dalam teori etika.
Konsep Etika : Butler disebut karena ia berhasil menyingkap beberapa pandangan filsafati serta menjelaskan beberapa struktur dalam manusia yang relevan bagi etika.
9.      DAVID HUME : “PERASAAN MORAL”
Dasar teori           : Menurut Hume, segala isi kesadaran berasal dari pengalaman indrawi. Hanya ada dua macam pengertian, yaitu pengalaman indrawi, baik dari luar maupun perasaan-perasaan batin.
Konsep Etika       : Sesuai dengan sikapnya yang empiristik, Hume menolak segala sistem etika yang tidak berdasarkan fakta-fakta dan pengamatan-pengamatan empiris. Pendekatan empiristik Hume itu membawa implikasi langsung bahwa tidak ada dasar untuk bicara tentang “keharusan moral”.
10.   IMMANUEL KANT : “HUKUM MORAL DI BATINKU”
Dasar teori           : Karya kritis pertama Kant adalah kritik terhadap Akal Budi Murni. Dalam bukunya Kant melakukan “revolusi Kopernikan di bidang filsafat”: sebagaimana kopernikus menjatuhkan gambaran dunia tradisional dengan mempermaklumkan bahwa bukan matahari yang mengitari bumi melainkan bumi yang mengitari matahari, begitu pula Kant memutarbalikan paham tradisional tentang pengertian.
Konsep etika        : Kant mengandaikan paham kebaikan moral itu. Ia membuka penyelidikannya dengan sebuah pernyataan tentang apa yang baik tanpa pembatasan sama sekali.
11.  ARTHUR SCHOPENHAUER : “BELAS KASIH dan PENYANGKALAN DIRI”
Dasar Teori : Bagi  Schopenhauer, bidang noumenal itu bukan sebuah Ding an sich, melainkan kehendak dan kehendak merupakan realitas transcendental, artinya realitas noumenal, dibelakang realitas fenomenal atau empiris yang kita rasakan.
Konsep Etika : Titik tolak etika Schopenhauer adalah situasi dimana manusia menemukan diri. Menurutnya hidup adalah menderita. Tak ada tujuan yang memuaskan kita. Kita senantiasa resah, dasar keresahan adalah ketidaksesuaian dinamika kehendak yang semesta dengan tujuan-tujuan empiris yang terbatas,kepadanya kehendak kita diarahkan.
12.  JOHN STUART MILL : “PRINSIP KEGUNAAN”
Dasar Teori : Utilitarisme bertolak dari situasi dimana berhadapan dengan pelbagai kemungkinan untuk bertindak  dan kita tidak tahu akternatif mana yang akan kita pilih. Tolak ukur tindakan bermoral terdiri dari empat yaitu : Deontologist yaitu moralitas suatu tindakan melekat pada tindakan itu sendiri. Apa yang baik bagi dirinya sendiri.
Prinsip utilitarisme adalah pencarian nikmat yang merupakan tolak ukur moralitas dan sebagai penolakan terhadap anggapan bahwa tujuan manusia adalah nikmat jasmani.lebih menguntungkan  dilihat dari kepentingan.
13.  FRIEDRICH NIETZSCHE : “MORALITAS TUAN LAWAN MORALITAS BUDAK”
Dasar teori : Nietzsche secara fanatik menyangkal adanya Allah bukan berdasarkan pertimbangan filosofis-rasional, malinkan karena dengan adanya Allah ia tidak melihat ruang bagi pengembangan diri manusia (gagasan ini kemudian menjadi inti ateisme Sartre)[4].

d.      Hubungan Etika dengan Kehidupan Sosial
·         Hubungan antara Ilmu dengan Etika

Pada sub-bagian ini kita akan membahas manusia sebagai manipulator dan artikulator dalam mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan. Dalam psikologi, dikenal konsep diri dari Freud yang dikenal dengan nama “id”, “ego” dan “super-ego”. “Id” adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dalam agama) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua instink: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif dan agresif). “Ego” adalah penyelaras antara “id” dan realitas dunia luar. “Super-ego” adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani (JRakhmat, 1985). Dalam agama, ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu).

Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja hanya memfungsikan “id”-nya, sehingga dapat dipastikan bahwa manfaat pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Milsanya, dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara super-ego tidak berfungsi optimal, maka tentu nafsu angkara murka yang mengendalikan tindak manusia dalam menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan. Dari hal tersebut, kebaikan yang diperoleh manusia adalah nihil. Kisah dua kali perang dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalah pilihan “id” dari kepribadian manusia yang mengalahkan “ego” maupun “super-ego”-nya.

Oleh karena itu, pada tingkat aksiologis, pembicaraan tentang nilai-nilai adalah hal yang mutlak. Nilai ini menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemaslahatan manusia itu sendiri.

·         Hubungan antara Teknologi dengan Etika

Secara umum, etika menuntut kejujuran dan dalam iptek ini berarti kejujuran ilmiah (scientific honesty). Mengubah, menambah, dan mengurangi data demi kepentingan tertentu termasuk dalam ketidakjujuran ilmiah. Mengubah dan menambah data dengan rekaan sendiri dapat dimaksudkan agar kurvanya memperlihatkan kecenderungan yang diinginkan. Mungkin penelitinya sendiri yang menginginkan agar hasil penelitiannya sesuai dengan teori yang sudah mapan. Mungkin penaja (sponsor) peneliti itu yang ingin menonjolkan citra produk industrinya. Mereka-reka data semacam itu merupakan the sin of commission. Sebaliknya membuang sebagian data yang “memperburuk” hasil penelitian adalah the sin commission. Penghapusan data yagn “jelek” itu mungkin dimaksudkan oleh penelitinya agar analisis datanya memperlihatkan keterandalan (realibility) yang lebih baik. Lebih jahat lagi kalau dosa komisi itu dilakukan untuk menyembunyikan efek samping yang negatif dari produk yang diteliti. Ketidakjujuran ilmiah semacam ini pernah dilakukan peneliti yang ditaja pabrik penyedap rasa (monosodium glutamate) di Thailand.

·         Hubungan antara Etika dengan Kebudayaan
Meta-ethical cultural relativism merupakan cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.

Etika erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan kehidupan social apa yang kita jalani.

·         Hubungan antara Etika dengan Krisis Kemanusiaan

Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral. Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap. Manusia yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama Aristoteles ( 384 – 322 SM ). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.

Etika dibagi menjadi 2 kelompok, etika umum dan etika khusus. Etika khusus dibagi menjadi 2 kelompok lagi menurut Suseno (1987), yaitu etika individual dan etika sosial yang keduanya berkaitan dengan tingkah laku manusia sebagai warga masyarakat. Etika individual membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dalam kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai warga masyarakat. Etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat atau umat manusia. Dalam masalah ini, etika individual tidak dapat dipisahkan dengan etika sosial karena kewajiban terhadap diri sendiri dan sebagai anggota masyarakat atau umat manusia saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia lain baik secara langsung maupun dalam bentuk kelembagaan (keluarga, masyarakat, dan negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia, idiologi-idiologi maupun tanggungjawab manusia terhadap lingkungan hidup. Etika sosial berfungsi membuat manusia menjadi sadar akan tanggungjawabnya sebagai manusia dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

e.       Tujuan Etika
Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct)  profesi adalah:
1.      Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya.
2.      Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan
3.      Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
4.      Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
5.      Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
6.      Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya
7.      Etika sebagai ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat, yang dapat memahami apa yang baik dan yang buruk. Arti susila dalam etika dimaksudkan kelakuan atau perbuatan seseorang bernilai baik, sopan menurut norma-norma yang dianggap baik.
8.      Untuk memelihara keseimbangan kehidupan pribadi maupun kehidupan bersama (sosial), manusia perlu mengetahui aturan-aturan, nilai-nilai, norma-norma umum, maupun aturan ajaran agamanya. Manusia yang selalu berpikir kritis akan mampu menimbang perilaku, mana yang berdampak baik dan berdampak buruk. Kesadaran diri, harus berperilaku bagaimana ini, yang dikenal dengan ilmu etika.
Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang harus dilakukan oleh manusia dangan yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

1.      Etika Menurut Agama Islam
( Bahasa Arab: أخلاق إسلامية ) atau "Adab dan Akhlak Islamiyah" adalah etika dan moral yang dianjurkan di dalam ajaran Islam yang tercantum di dalam Al-Quran dan Sunnah, dengan mengikuti contoh dari teladan Nabi Muhammad S.A.W, yang di dalam akidah Islamiyah dinyatakan sebagai manusia yang paling sempurna akhlaknya. Akhlak memiliki makna yang sama dengan Adab, dan terbagi menjadi dua yaitu akhlak yang terpuji (akhlaq mahmudah) dan akhlak yang tercela ("akhlaq madzmumah").
Akhlak secara bahasa maknanya adalah perangai atau tabiat, yaitu gambaran batin yang dijadikan tabiat bagi manusia. Pengertian akhlak menurut Imam Al-Qurthubi: "Akhlaq adalah sifat-sifat seseorang, sehingga dia dapat berhubungan dengan orang lain. Akhlak ada yang terpuji dan ada yang tercela. Secara umum makna akhlak yang terpuji adalah engkau berhias dengan aklak yang terpuji ketika berhubungabn dengan sesama, dimana engkau bersikap adil dengan sifat-sifat terpuji dan tidak lalim karenanya. Sedangkan secara rinci adalah memaafkan, berlapang dada, dermawan, sabar, menahan penderitaan, berkasih sayang, memenuhi kebutuhan hidup orang lain, mencintai, bersikap lemah lembut dan sejenis itu. Sedangkan Akhlak yang tercela adalah sifat-sifat yang berlawanan dengan itu."
2.      Etika Menurut Agama Katolik

Teologi moral Katolik adalah sebuah kategori besar dari doktrin di dalam Gereja Katolik Roma, sejajar dengan sebuah etika religius. Ajaran Katolik tentang Tatanan Sosial yang Adil Gereja Katolik sejak seratus tahun yang lalu menyadari tanggung jawabnya terhadap keadilan sosial.

Ajaran sosial Gereja tersebut diatas bersifat normatif seperti tentang upah yang adil, hak membentuk serikat buruh, hak memperjuangkan hak-hak buruh, penolakan terhadap liberalisme ekonomis dengan penegasan negara wajib campur tangan demi keadilan sosial serta beberapa kepentingan lainnya yang mengarah pada tatanan sosial yang adil. Pandangan diatas diterjemahkan setidaknya kedalam 3 prinsip dasar penataan masyarakat yang relevan dengan martabat manusia yaitu (1) kesejahteraan umum (2) keadilan sosial (3) solidaritas.

Dunia usaha atau bisnis dalam pandangan Katolik harus mengikuti tuntutnatn moralitas biasa yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat. Tidak ada pengetahuan khusus tentang bagaimana bisnis itu dijalankan secara etis. Yang diharapkan adalah seorang usahawan Katolik menerapkan semangat, kejujuran, wawasan yang tidak sempit, tidak keras, tidak egois bahkan terhadap saingannya, tanggung jawab sosial atau tidak ada yang dirugikan karena usahanya, serta perhatian penuh kepada karyawannya.

3.      Etika Menurut Agama Kristiani

Yaitu etika yang dianut oleh agama risten dan berlandasan Alkitab sebagai smber otoritas tertinggi segala kebaikan. Emanuel E. James: Etika Kristen mempertimbangan relasi dan pengertian akan Allah dalam perilaku manusia dan menunjukkan respon kepada Allah melalui Kristus sebagai syarat mutlak.”

Titik tolak berpikir Etika Kristen adalah iman kepada Tuhan yang telah menyatakan diri di dalam Tuhan Yesus Kristus. Etika Kristen merupakan tanggapan akan kasih Allah yang menyelamatkan kita (bandingkan dengan 1 Yohanes 4:19). Kehidupan etis merupakan cara hidup dalam persekutuan dengan Tuhan. Dalam Etika Kristen kewibawaan Tuhan Yesus Kristus diakui. Berkaitan dengan kewibawaan, George Wolfgang Forell menekankan bahwa, titik utama Etika Kristen, khususnya etika Perjanjian Baru) adalah Yesus Kristus.

Etika Kristen juga menyadarkan kita, bahwa dosa adalah suatu kekejian di hadapan Allah. Kesempurnaan dan pemulihan tatanan moral Kristiani hanya diperoleh melalui pengampunan daan penyucian darah Kristus. Sikap hidup kita sehari-hari harus sempurna seperti Allah, Bapa kita adalah suatu sempurna (Mat 5:48), serta menjadi kudus sama seperti Dia adalah kudus ( 1 Pe 1:6). Menyerai Alla dan menyerupai Kristus adalah tuntuan bagi setiap anak Tuhan.

4.      Etika Menurut Agama Budha

Etika dalam agama Buddha secara tradisional didasarkan pada perspektif Sang Buddha, atau makhluk lain yang mengikutinya. Petunjuk moral termasuk dalam kitab suci agama Buddha atau diturunkan melalui tradisi. Kebanyakan sarjana etika Buddha bergantung pada pemeriksaan kitab suci agama Buddha, dan penggunaan bukti antropologis dari masyarakat Buddhis tradisional, untuk membenarkan klaim tentang sifat etika Buddhis.

Menurut agama Buddha tradisional, landasan etika Buddha bagi orang awam adalah Pancasila: tidak membunuh, mencuri, berbohong, pelecehan seksual, atau minuman keras. Dalam menjadi seorang Buddhis, atau menegaskan komitmen seseorang terhadap agama Buddha, orang awam didorong untuk bersumpah untuk menjauhkan diri dari tindakan-tindakan negatif. Rahib dan biarawati mengambil ratusan lebih sumpah (lihat vinaya).

5.      Etika Menurut Agama Hindu
Agama Hindu mempunyai bangunan dasar agama yang sangat ketat, hal ini sebagai pedoman bagi umat Hindu dalam menjalankan ibadah serta syariat agamanya sehari-hari. Semua ajaran tentang kerangka dasar ini bersumber dari Kitab Suci Weda dan Kitab-kitab Suci Agama Hindu lainnya. Kerangka dasar agama Hindu tersebut ialah:
1.    Tattwa atau Filsafat Agama Hindu
2.    Susila atau Etika Agama Hindu
3.   Upacara atau Ritual Agama Hindu

Bagi umat Hindu menjalani serta memahami ketiga kerangka dasar tersebut menjadi suatu kewajiban dan sangat penting. Oleh karenanya setiap umat Hindu akan dengan sungguh-sungguh melaksanakan ketiga kewajiban tersebut. Tattwa merupakan inti ajaran Agama, sedangkan susila sebagai pelaksana ajaran dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Ida Sanghyang Widi, maka dilaksanakan pengorbanan suci yaitu berupa upacara atau ritual.  

Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua suku kata, su yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Dalam hal ini maka etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia, mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun dan damai dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya etika merupakan rasa cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana seseorang yang menjalani dan melaksanakan etika itu karena ia mencintai dirinya sendiri dan menghargai orang lain[5].
Pentingnya Etika Dalam Kebijakan Publik
Salah satu agenda Reformasi dalam bidang administrasi publik adalah mengupayakan terwujudnyaGood Governanceyaitu sistem penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab dan profesional yang ditandai adanya aparat birokrasi pemerintah yang senantiasa mengedepankan terpenuhinyapublic accountabilityand responsibility. Untuk itu setiap aparat birokrasi pemerintah yang ada diseluruh level pemerintahan harus memiliki rasa kepekaan (responsiveness) terhadap kepentingan masyarakat maupun terhadap masalah-masalah yang ada dan harus dipecahkan di masyarakat, bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugas/pekerjaan, dan harus pula bersifat representatif dalam pelaksanaan tugas. Hal ini berarti dihindarinya penyalahgunaan wewenang ataupun tindakan yang melampaui wewenang yang dimiliki baik ditinjau dari berbagai peraturan yang berlaku maupun dari nilai-nilai etika adm i nistrasi publik dan etika pemerintahan.
Dalam paradigma dikotomi politik dan administrasi pemerintah memiliki 2 (dua) fungsi yang berbeda, yakni :
a.Fungsi politik, berkaitan dengan pembuatan kebijakan (public policy making) dan fungsi administrasi yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut. Hal ini berarti kekuasaan membuat kebijakan publik berada pada kekuasaan politik sedangkan pelaksanaan atas kebijakan politik ini merupakan kekuasaan dari administrasi publik.
b.Fungsi administrasi, publik dihadapkan kepada sesuatu yang dilematis mengingat adanya dikotomi antara politik dan administrasi. Kebijakan yang dihasilkan dari konsensus politik harus bermain dalam tataran ”benar atau salah” ketika dijalankan oleh administrasi publik.

BAB III ETIKA PROFESI
A.       Profesi
a.       Pengertian Profesi
            Istilah “profesi” memiliki sejumlah pengertian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi dengan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu,Muhammad Nuh dalam bukunya Etika Profesi Hukum memberi pengertian terhadap profesi dengan pekerjaan pelayanan yang dilandasi oleh persiapan atau pendidikan khusus yang formal dan landasan kerja ideal serta didukung oleh cita-cita etis masyarakat. Profesi berbeda dengan pekerjaan lain yang tujuannya memperoleh keuntungan semata. Profesi memusatkan perhatiannya pada kegiatan yang bermotif pelayanan
Maka, profesi merupakan suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Akan tetapi, keahlian yang diperoleh dari pendidikan kejuruan belum dapat disebut profesi apabila tidak disertai penguasaan teori sistematis yang mendasari praktik pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktik,
b.      Ciri-ciri Profesi
            Profesi memiliki beberapa ciri-ciri dan sifat khusus yang melekat padanya, diantaranya adalah sebagai berikut.
  1. Adanya pengetahuan khusus, biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki setelah mengikuti pendidikan, pelatihan, dan pengalaman bertahun-tahun.
  2. Adanya kaedah dan standar moral yang sangat tinggi. Setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
  3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat. Artinya setiap pelaksana profesi harus mengutamakan kepentingan masyarakat dibandingkan kepentingan pribadinya.
  4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Yaitu nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup, dan sebagainya, untuk menjalankan suatu profesi, harus ada izin khusus.
  5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

B.     Moralitas
Moralitas memiliki arti yang pada dasarnya sama dengan ‘’moral‘’ hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yangberkenaan dengan baik dan buruk.Dengan demikian pengertian moral dapat di pahami dengan mengklafikasikan nya sebagai berikut :
  1. Moral sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk melakukan perbuatan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jelek yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
  2. Moral sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai perbuatan seseorang apakah termasuk baik atau buruk.
Moral sebagai gejala kejiawaan yang timbul dalam bentuk perbuatan, seperti berani jujur, sabar, gairah, dan sebagainya.
a.      Perubahan Moralitas dan Faktor – faktor yang Mempengaruhinya
            Setiap manusia dalam hidupnya pasti mengalami perubahan atau perkembangan, baik perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut perubahan fisik, maupun perubahan yang bersifat abstrak atau perubahan yang berhubungan dengan aspek psikologis, perubahan tersebut disebabkan beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam manusia (internal) atau yang berasal dari luar (eksternal). Faktor faktor itulah yang akan menentukan apakah proses perubahan manusia mengarah pada hal hal yang bersifat positif atau sebaliknya mengarah pada perubahan yang bersifat negative. Berbicara tentang pembentukan moral, maka tidak bisa di lepas dari aspek perubahan atau perkebangan manusia. Tentu dalam pembentukan moral ada faktor – faktor yang mempengaruhinya, seperti halnya perubahan manusia pada umumnya.
Menurut beberapa ahli pendidikan, perubahan manusia atau yang lebih spesifik mengenai pembentukan moral dipengaruhi oleh faktor internal dan internal. Namun, mereka berbeda pendapat dalam hal faktor mana yang paling dominan mempengaruhi proses perubahan tersebut. Perbedaan tersebut diakibatkan karena berbedanya sudut pandang atau pendekatan yang digunakan oleh masing – masing tokoh.
b.      Hubungan antara Moralitas dan Profesi
            Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang tetapi milik setiap kelompok masyarakat. Bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan mempunyai tata niali untuk mengatur suatu kehidupan bersama.
            Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergalulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya yaitu masyarakat professional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena memiliki tata nilai yang tertuang secara tertulis (kode etik profesi). Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku sebagian anggota profesi tidak didasari pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi) sehingga terjadi kemerosotan etik pada masayarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah, pada profesi hokum dikenal adanya mafia peradilan, demikian pula pada profesi dokter, dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
C.    Peran Penting Etika Profesi dan Prinsipnya
Etika profesi sangat memiliki arti dan peran penting dalam kehidupan manusia karena sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasakeahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semual dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadisebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.

Prinsip-prinsip etika profesi tuntutan profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip ini sangat minimal sifatnya, karena prinsip-prinsip etika pada umumnya yang paling berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi kaum profesional sejauh mereka adalah manusia.
 
1. Pertama, prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan moto yang terbaik.
2. Prinsip kedua adalah prinsip keadilan . Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula.
3. Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini terutama ditujukan kepada pihak pemerintah.
4. Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat.


BAB III ETIKA PROFESI HUKUM
A.    Profesi Hukum
a.      Pengertian Profesi Hukum 
Profesi hukum adalah profesi yang melekat pada dan dilaksanakan oleh aparatur hukum dalam suatu pemerintahan suatu negara (C.S.T. Kansil, 2003 : 8). profesi hukum dari aparatur hukum negara Republik Indonesia dewasa ini diatur dalam ketetapan MPR II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
Pengemban profesi hukum harus bekerja secara profesional dan fungsional, memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan. kritis, dan pengabdian yang tinggin karena mereka bertanggung jawab kepada diri sendiri dan sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengemban profesi hukum bekerja sesuai dengan kode etik profesinya, apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik, mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik. Biasanya dalam organisasi profesi, ada dewan kehormatan yang akan mengoreksi pelanggaran kode etik.
b.      Tanggung Jawab Profesi Hukum
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung,memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab dalam pengertian kamus diterjemahkan dengan kata “responsibility: having the caracter of a free moral agent; capable of determining one’s own acts; capable of deterred by consideration of sanction or consequences”. Definisi ini memberikan pengertian yang dititikberatkan pada:
a.       Harus ada kesanggupan untuk menetapkan sikap terhadap suatu perbuatan
b.      Harus ada kesanggupan untuk memikul risiko dari suatu perbuatan.

Bila pengertian itu dianalisis lebih luas, akan kita dapati bahwa dalam kata having the caracter itu dituntut sebagai suatu keharusan, akan adanya suatu pertanggungan moral/karakter.
Tanggung jawab profesi hukum itu sendiri diartikan dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib bertanggung jawab, artinya:
(1)   Kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya.
(2)   Bertindak secara profesional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo).

Tanggung jawab sebagai kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
c.       Subyek Hukum Etika Profesi Hukum
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu berdasar dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).
Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.Manusia (naturlife persoon) Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun,
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.
Sebagaimana diketahui, bahwa pada kenyataannya ada dua hal yang berbeda, yitu etika dan hukum, yang selanjutnya diwujudkan dalam etika profesi dan ketentuan hukum, maka apabila ada hukum bersubyekkan semua manusia dalam suatu territory tertentu dan pada suatu waktu tertentu, maka subyek dan etika profesi adalah semua manusia dalam suatu profesi tertentu, juga terikat pada teritori tertentu.
B.     Nilai Moral Agama Dalam Profesi Hukum
Hal ini dikarenakan, ilmu hukum dalam keotentikannya merupakan ilmu yang sarat dengan moral dan moralitas. Ilmu hukum merupakan realitas kodrati yang eksis dan tertanamkan di setiap hati nurani manusia dan a priori terhadap segala bentuk perilaku manusia. Dalam posisinya sebagai norma kehidupan seperti itu, maka ilmu hukum merupakan ilmu amaliah. Artinya, tidak ada ilmu hukum tanpa diamalkan, dan tidak ada sesuatu amalan digolongkan bermoral kecuali atas dasar ilmu hukum.
Bagaimanapun perkembangan ilmu hukum harus berjalan secara wajar, sehat dan mampu menjadi pendorong terwujudnya kehidupan yang lebih adil, bahagia dan sejahtera. Dalam konteks pemikiran demikian, maka keutuhan moral dengan ilmu hukum harus tetap dijaga, baik pada tataran teoretis maupun praktis. Moral dan moralitas religius, sebagai fondasi utama untuk merespon keterpurukan perkembangan ilmu hukum sangat penting, karena pada tataran paradigmatis, filosofis maupun empiris, sejarah kehidupan manusia di belahan bumi manapun telah terbukti bahwa agama mampu menjadi pilar-pilar yang kokoh bagi terwujudnya perikehidupan dan penegakan hukum yang benar-benar adil.
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari kepribadian profesional hukum.
1.      Kejujuran
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu :
a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau secara cuma-cuma
b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras.

2.      Otentik
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain :
a. tidak menyalahgunakan wewenang;
b. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan tercela;
c. mendahulukan kepentingan klien;
d. berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu atasan;
e. tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.
3.   Bertanggung Jawab
Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab, artinya :
a. kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya ;
b. bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo);
c. kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewajibannya.

4.      Kemandirian Moral

Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan memebetuk penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama.
5.      Keberanian Moral
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain :
a. menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli;
b. menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah[6].

a.      Penegakan Kode Etik Dalam Profesi Hukum
a.      Arti Penegak Hukum
Pengertian penegak hukum dapat dirumuskan sebgai usaha melaksanakan hukum sebgai mestinya, mengawasi pelaksanaannya agar tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya ditegakan kembali. Penegakan hukum dilakukan dengan penindakan hukum menurut urutan berikut:
a.      Teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbut lagi (percobaan);
b.      Pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda);
c.       Penyisihan atau pengecuzlizn (pencabutan hak-hak tertentu);
d.      Pengenaan sanksi badan (pidana, penjara, pidana mati);

Dalam pelaksanaannya tugas penegekan hukum, penegakan hukum wajib menaati norma-norma yang telah ditetapkan. Notohamidjojo (1975) menggunakan empat norma yang penting dalam penegakan hukum, ytaitu: kemanusiaan, keadilan, kepatautan, dan kejujuran.
1.      Kemanusiaan
Norma kemanusiaan menuntut agar dalam penegakan hukum manusia senantiasa diperlakukan sebagai manusia yang memiliki keluhuran pribadi. Dihadapan hukum, manusia harus dimanusiakan, artrinya dalam penegakan hukum manusia harus dihormati sebagai pribadi dan sekaligus sebagai mahlik social.
2.      Keadilan
Menurut Thomas Aquinas, keadilan adalah kebiasaan untuk memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya berdasarkan kebebasan kehendak. Kebebasan kehendak itu ada pada setiap manusia. Hak dan keadilan mempunyai hubungan yang sangat erat. Adanya hak mendahului adanya keadilan. Hak yang dimiliki setiap manusia melekat pada kodrat manusia itu sendiri,  bukan semata-mata berasal dari luar diri manusia .
3.      Kepatutan (equity)
            Pada dasarnya kepatutan merupakan suatu koreksi terhadap keadilan legal. Keadilan legal adalah keadilan yang menerbitkan hubungan  antara individu dan masyarakat atau Negara. Yang diperlukan oleh manusia adalah koreksi atau perhatian khusus kepada dirinya.
4.      Kejujuran
Penegak hukum harus jujur dalam menegakan hukum atau melayani pencari keadilan dan menjauhkan diri dari perbuatan curang. Kejujuran berkaitan dengan kebenaaran, keadilan, kepatutan yang semuanya itu menyatakan sikap bersih dn ketulusan pribadi seseorang yang sadar akan pengendalian diri terhadap apa yang seharusnya tidak boleh  dilakukan.
b.      Kode Etik Profesi
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi.  Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi.  Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional. Sanksi Pelanggaran Kode Etik :
a.       Sanksi moral
b.      Sanksi dikeluarkan dari organisasi
c.  Tujuan dan Fungsi Kode Etik Profesi
Tujuan kode etik profesi :
1)      Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2)      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3)      Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4)      Untuk meningkatkan mutu profesi.
5)      Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6)      Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7)      Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8)      Menentukan baku standarnya sendiri.

Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :
1)      Memberikan pedoman bagi setiap anggohttp://www.assoc-amazon.com/e/ir?t=widgetsamazon-20&l=btl&camp=213689&creative=392969&o=1&a=B002VPE1B6ta profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
2)      Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3)      Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.  Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai bidang. 

B.     Kode Etik Para Penegak Hukum

Etika atau kode etik profesi hukum adalah norma moral yang harus ditaati oleh mereke yang berprofesi dibidang hukum. Untuk membuat hukum yang baik diperlukan oleh orang-orang yang memiliki moral dan etika yang baik. Demikian juga untuk melaksanakan dan penegakkannya. Beberapa contoh bidang-bidang profesi penegak hukum antara lain:
1.      Kode Etik Hakim
Untuk jabatan hakim, Kode Etik Hakim disebut Kode Kehormatan Hakim berbeda dengan notaris dan advokat. Kode etik profesi hakim adalah norma etika yang berlaku dan harus ditaati oleh hakim, organisasi ini dibuat oleh organisasi mereka yang berprofesi sebagai hakim, yaitu Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), dalam munas IKAHI VIII di Bandung tanggal 30 Maret 2001 diputuskan profesi kode etik hakim Indonesia.
2.      Kode Etik Notaris
Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada Undang-Undang Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika profesinya. Etika profesi adalah seikap etis yang dituntut untuk dipenuhi oleh profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi berbeda-beda menurut bidang keahliannya yang diakui dafam masyarakat. Etika profesi diwujudkan secara formal ke dalam suatu kode etik. "Kode " adalah segala yang tertulis dan disepakati kekuatan hukumnya oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga kode etik dalam hal ini adalah hukum yang berlaku bagi anggota masyarakat profesi tertentu dalam menjalankan profesinya .
3.      Kode Etik Advokat
Kode etik advokat, diartikan sebagai pengaturan tentang perilaku anggota-anggota, baik dalam interaksi sesama anggota atau rekan anggota organisasi advokat lainnya maupun dalam kaitannya di muka pengadilan, baik beracara di dalam maupun diluar pengadilan.
Fungsi dan tujuan kode etik adalah menjunjung martabat profesi dan menjaga atau memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan melarang perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materiil para anggotanya.
4.      Kode Etik Jaksa
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.
Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat norma kode etik profesi jaksa,  yang disebut TATA KRAMA ADHYAKSA.
Dalam pelaksanaannya tugas penegekan hukum, penegakan hukum wajib menaati norma-norma yang telah ditetapkan.

BAB III KESIMPULAN
Berbicara etika sama artinya dengan berbicara tentang moral atau susila, mempelajari kaidah-kaidah yang membimbing kelakuan manusia sehingga baik dan lurus. Penilaian moral diukur dari sikap manusia sebagai pelakuknya, tentu akan timbul perbedaan penafsiran tentang yang baik dan buruk.

Karena ilmu itu diciptakan kemaslahatan umat manusia, ketika pengembangan ilmu tidak dibarengi dengan etika maka pengembangan etika akan merusak ekosistem manusia bukan menjaga kelangsungan ekosistem manusia, serta teknologi nilai kemanfaatanya akan mejadi tidak berarti, dan bahkan bisa digunakan untuk kepentingan kelompok untuk memperbudak yang lain, maka etika sangat diperlukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk. Maka dari itupula etika terhadap profesi sangat diperlukan untuk memberikan batasan terhadap apa yang akan mereka lakukan dalam profesinya, terutama dibidang profesi hukum

Maka dengan belajar etika maka diharapkan kita dapat mengikuti dan menjalankan kaidah-kaidah  etika dalam pengembangan dan kehidupan bermasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Susanto, A. Filsafat Ilmu: suatu kajian dalam dimensi ontologis, epsitomologis, dan aksiologi .jakarta ( Bumi Aksara: 2011)
Rahmat, Aceng .DKK. Filsafat Ilmu lanjutan. Jakarta (kencana:2011)
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. (Raja Grafindo Persada:2005)
Semiawan, cony DKK. Panorama Filsafat Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman . Jakarta( Teraju: 2007)
Koento Wibisono.1997. Dasar-Dasar Filsafat. Jakarta : Universitas Terbuka
Ahmad Tafsir Filsafat Umum, (Bandung, 1990).
Al-Ghazali, Setitik Cahaya Dalam Kegelapan.
Jujun S. Suriasuantrim Filsafah Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1998.
Anonim, Ethical (Moral, Cultural) Relativism. http://www.owlnet.rice.edu/~spac205/February_11-2.pdf.
Presiden Foundation for a Global Ethic (Stiftung Weltethos), Guru Besar Emeritus Teologi Ekumenis pada University of Tübingen . http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/internasional/2204-etika-global-dan-obama.html. Harian Tempo 2/3/2009
Muchdhor M. Krisis Kemanusiaan dan Etika Global. Sinar Harapan 26/10/2002.http://www.tugaskuliah.info/2009/06/etika-profesional-dalam-pendidikan.html.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 2001. Filsafat Ilmu. 2nd ed. Yogyakarta. Liberty



[1] Ahmad Tafsir Filsafat Umum, (Bandung, 1990).
[2] Semiawan, cony DKK. Panorama Filsafat Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman . Jakarta( Teraju: 2007)
[3] Rahmat, Aceng .DKK. Filsafat Ilmu lanjutan. Jakarta (kencana:2011)

[4] Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. (Raja Grafindo Persada:2005)

[5] Susanto, A. Filsafat Ilmu: suatu kajian dalam dimensi ontologis, epsitomologis, dan aksiologi .jakarta ( Bumi Aksara: 2011)

[6] Muchdhor M. Krisis Kemanusiaan dan Etika Global. Sinar Harapan 26/10/2002.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW BUKU SISTEM SOSIAL INDONESIA DR. NASIKUN (Muhammad Agung)

Kekerasan Terhadap Pemuka Agama