Acara Seminar Pendidikan, Foto Bersama dengan Anggota DPRD Prov. Sul-Sel (Kakanda Irfan AB), Ketua DPRD Kab. Maros (Kakanda Chaidir Syam), Sekrertaris Dinas Pendidikan Kab. Maros, Akademisi Unhas ((Kakanda Fajlurrahman Jurdil)


Hari Pendidikan : Refleksi Pendidikan dalam Pembentukan Karakter

Sebagaimana biasanya Hari Buruh Nasional yang diperingati setiap tanggal 1 Mei oleh para buruh Indonesia, para guru/pengajar atau pelajar dan pemerintah pun besoknya tanggal 2 Mei memperingati Hari Pendidikan Nasional. Berbicara tentang pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran seorang pengajar atau dalam hal ini guru. Tanpa guru yang berkualitas tidak mungkin dihasilkan keluaran pendidikan yang diharapkan bangsa dan negara ini. 
Setiap tanggal 2 Mei bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Melihat dari History Hardiknas pun tak lepas dari sosok pejuang pendidikan di zaman kolonial yaitu Ki Hajar Dewantara. Bapak Pendidikan Nasioanal Indonesia yang memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat ini merupakan sang pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Namun dizaman tersebut ada klaster yang memberikan batasan terhadap pribumi yang bukan ningrat sangat sulit untuk mengenyam pendidikan, hanya mereka dari kalangan ningrat atau klaster diatas yang diizinkan bersekolah atau berpendidikan formal. Namun seiring perkembangan zaman pendidikan terus menyamaratakan bagi kalangan siapapun. Seluruh lapisan masyarakat bisa merasakan indahnya bangku sekolah meskipun masih ada yang menganggap pendidikan itu mahal ataukah doktrin yang merasuki masyarakat sampai hari ini membuat tidak respek dengan pendidikan yang tinggi-tinggi.
Sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat (1), setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pemerintah sudah mencanangkan wajib belajar 12 tahun dengan jaminan dana sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk biaya pendidikan anak bangsa sehingga mampu dipungkiri sebagai sistem pendidikan gratis. Tapi sering kali dalam tahap implementasi gratis itu masih didapatkan pembayaran disekolahnya, jadi pertanyaan yang muncul dibenak kita semua, Apakah membayar uang buku dan pembangunan ataukah pembayaran dalam pengadaan fasilitas bisa disebut sebagai pendidikan gratis? 
Pendidikan pun seringkali menjadi obyek dalam masyarakat untuk membentuk karakter yang arif, berakhlak dan bijaksana oleh setiap orang. Bahkan buah hasil dari pendidkan pun selain dari ilmu tentu yang terpenting ialah etika dan moral. 
Pendidikan Sebagai Pembentuk Karakter
Kembali lagi kepada makna hari pendidikan. Sebuah semboyan yang ditinggalkan Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, memiliki makna: di depan seorang terdidik memberi contoh, di tengah terdidik memberi bimbingan, dan di belakang terdidk memberikan dorongan. Jadi Sombayan ini sangat berarti bagi kaum yang memiliki pendidikan, untuk merepresentasikan dirinya sebagai orang yang paham dan mengetahui sesuatu hal dan harus pula memiliki etika dan moral sebagai contoh dan tauladan dalam kehidupan masyarakat.
Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan primer atau mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandangan hidupnya. Disisi lain Pendidikan bertujuan tidak sekedar proses alih budaya atau alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga sekaligus sebagai proses alih nilai (transfer of value). Artinya bahwa Pendidikan, di samping proses pertalian dan transmisi pengetahuan, juga berkenaan dengan proses perkembangan dan pembentukan kepribadian atau karakter masyarakat. Dalam rangka internalisasi nilai-nilai budi pekerti kepada peserta didik, maka perlu adanya optimalisasi pendidikan.
“Manusia hanya dapat menjadi sungguh-sungguh manusia melalui pendidikan dan pembentukan diri (character) yang berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik oleh manusia lain yang juga dididik oleh manusia yang lain”, begitu kata Immanuel Kant. Artinya bahwa, pendidikan dan pembentukan karakter sejak awal munculnya pendidikan oleh para ahli dianggap sebagai hal yang niscaya dan saling berhubungan.
Indonesia negara kepulauan dengan masyarakat yang beragam dengan budaya dan kearifan lokalnya. Berhubungan dengan itu pula pengaruh terhadap zaman modern ini atau globalisasi sering kali para kaum terdidik mengalami kerancuan dan kerusakan dalam kehidupannya terlebih lagi para generasi penerus bangsa ini. Padahal masa depan Indonesia bertumpu pada generasi yang pada zaman now disebut generasi milenial yang terdidik dan berpendidikan, karena generasi milenial merupakan generasi yang produktif untuk tantangan dunia pendidikan 2030 yang akan datang
Pertarungan para negara dan bangsa terhadap era globalisasi sangat berpengaruh disisi kehidupan pendidikan kita, sistem pendidikan seringkali dipengaruhi dengan perubahan-perubahan dan keadaan-keadaan yang kemudian membuat rancunya sistem kita, sehingga para pendidik baik itu guru atau pengajar sering kali mengalami ketakutan. Dahulu para guru atau pengajar sangat dihargai oleh muridnya dalam lingkugan sekolah, guru dalam membina dan mengajar lebih mengutamakan akhlak dan etika moral terhadap muridnya, walaupun sering kali dijumpai dalam pembinaan dengan fisik dengan asumsi dan pandangan bahwa itu barakka atau nilai-nilai relegius yang akan menular kepadanya. Namun zaman sekarang ini hal itu sudah hilang dengan pandangan Ham terhadap murid atau pelajar.
Wajar hari ini dizaman milineal atau zaman globalisasi ini sering kali kita diperhadapkan pada persoalan kaum terdidk dalam hal korupsi, narkoba, dan kehidupan seks, ini menandakan dalam penerapan pendidikan terhadap karakter itu mengalami disorintasi sehingga kesalahan-kesalahan itu dilakukan oleh kaum terdidik, dan itu pula membuat masyarakat tidak lagi mempercayai bahwa pendidikan mengubah karakter. Selain itupula pengaruh dari pertarungan budaya bangsa dan negara, sehingga budaya kita sendiri yang mampu kita dapatkan nilai-nilainya.
Maka negara dan bangsa harus menentukan sikapnya dalam mengarahkan sistem pendidikannya yang lebih baik. Karena sistem pendidikan yang baik akan menetukan hasil pula. Dan masyarakat dalam hal ini sebagai orang tua harus memberikan doktrin yang baik terhadap anaknya selain mengajarkan pentingnya pendidikan dimasa yang akan datang harus pula megarahkan dengan etika yang baik pula. Terlebih lagi para pengajar dalam hal ini pendidikan formal harus mengajar dengan ikhlas dan disisi lain harus membina layaknya anak sebagai penerus bangsa dan negara ini. 
Jikalau guru atau para pendidik adalah aset negara
Maka marilah kita merawat bangsa dan negara ini dengan pendidikan yang utama
Jikalau bangsa indonesia besar dengan suku dan budayanya
Maka mari menerapkan nila-nilainya 
Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2019 

Maros, 3 Mei 2019 ( Muhammad Agung )

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika Profesi Hukum

REVIEW BUKU SISTEM SOSIAL INDONESIA DR. NASIKUN (Muhammad Agung)

Kekerasan Terhadap Pemuka Agama