Rakyat dan Bawaslu Ciptakan Pemilu Serentak yang berintegritas

Rakyat dan Bawaslu Ciptakan Pemilu Serentak yang berintegritas

Pasal 22E ( Ayat 1-4 ) UUD NRI 1945
(1)    Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
(2)    Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(3)    Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
(4)    Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.

Indonesia merupakan negara demokrasi. Hal ini dapat diketahui dari adanya pemilu. Ini merupakan suatu wujud untuk dapat memberikan kesempatan rakyatnya untuk  memegang  pemerintahan atau  kekuasaan  tertinggi  dalam  suatu  organisasi khususnya  organisasi  kenegaraan.  Banyak  negara  di  dunia  yang  berupaya  keras membentuk  negaranya  menjadi  negara  demokrasi.  Segala  upaya  dilakukan  agar kehidupan  demokrasi  dapat  tercipta  di  negaranya. Dan hal itupula Pemilihan umum  menjadi suatu parameter dalam mengukur demokratis tidaknya suatu negara, bahkan pengertian demokrasi sendiri secara sedehana tidak lain adalah suatu sistem politik dimana para pembuat keputusan kolektif tertinggi di dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang telah disebutkan dalam konstitusi.
Pemilihan Umum merupakan sarana pesta demokrasi di Indonesia yang telah dilaksanakan sejak pemilihan umum pertama pada tahun 1955. Pemilihan Umum merupakan pilihan bagi bangsa indonesia dalam menentukang pemimpin bangsa  secara demokratis sesuai dengan sistem pemerintahan yang dilaksanakan di indonesia. Pemilu  (Pemilihan  Umum)  adalah  sarana  pelaksanaan  asas kedaulatan rakyat  dalam  Negara  republik  Indonesia.  Pemilu  yang  dilaksanakan  berdasarkan Demokrasi  Pancasila  dengan  mengadakan  pemungutan  suara  secara  langsung, umum, bebas dan rahasia, adalah untuk memilih anggota DPR (DPRD Tingkat I, Tingkat II maupun DPR Pusat), dan juga untuk mengisi Keanggotaan MPR.
Sejak era reformasi sampai sekarang ( sejak tahun 1999-2014 )pemilihan umum telah memberikan angin segar atau harapan baru bagi rakyat indonesia, karena kebebasan rakyat indonesia dalam berserikat dan berkumpul sehingga pada tahun 1999 partisifasi rakyat indonesai telah meningkat, terkhusus dalam hal pemilihan umum.  
Pada tahun 2014, seluruh rakyat indonesia kembali melaksanakan pesta demokrasi terbesar yaitu pemilihan umum untuk memilih anggota DPR,DPD dan DPRD ( pemilu legislatif ) serta memilih presiden dan wakil presiden ( pemilu presiden ), dengan pelaksanaan 2 kali, pertama pemilihan anggota legislatif dan yang kedua pemilihan presiden dan wakil presiden dengan pastisipatif 12 partai politik skala nasional dan 3 partai lokal. Dan bahkan pemilhan umum tahun 2014 telah terjadi peningkatan kejadian ataupun pelanggaran dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, seperti kurangnya partisipasi rakyat atau golput dan bahkan pelanggaran yang tidak banyak akan berakhir pada kejahatan pemilu. Akan tetapi itu berbeda halnya dari pelaksanaan pemilu tahun 2019 yang akan dipestakan kembali, yang merupakan keempat kalinya dalam era reformasi dalam hal pemilihan langsung. Jika pada pemilu 2014 terdapat dua kali sama seperti yang sebelumnya, akan tetapi ditahun 2019 nantinya hal itu berbeda, karena setelah di ubahnya UU pemilu menjadi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, maka terjadi sistem pemilihan umum serentak. Pelaksanaan pemilihan umum secara bersamaan antara pemilu legislatif dengan pemilu persiden dan wakil presiden akan menyebabkan perubahan hubungan legislatif dan yudikatif karena bisa saja presiden dan wakil presiden dapat berasal dari partai yang tidak dominan dalam legislatif, dan sebaliknya partai yang mempunyai kursi dominan dalam legislatif tidak dapat menjadikan calonnya menjadi presiden dan wakil presiden. 
Maka dengan sistem pemilu yang akan datang tahun 2019, rakyat harus betul-betul menjadi pemilih cerdas, dan harus pula menjadi pengawas pemilihan umum terkhusus diri pribadi sendiri untuk tidak menggunakan pemilu tersebut sebagai momentum yang lewat begitu saja, akan tetapi harus mampu menentukkan dan melihat pilihannya sebagai yang terbaik. Hal itu pula yang menjadi tanggung jawab dari pelaksana pemilu yang telah diamanahkan oleh konstitusi indonesia dalam hal komisi pemilhan umum ( KPU ) dan kelembagaan pengawas pemilu yang dalam hal ini panwas atau bawaslu yang telah diperkuat dengan aturan perundang-undangan.
Pemilu Serentak yang Berintegritas melalui Sistem Pelaksanaan yang Baik 
Pemilu berintegritas tidak hanya sekedar melaksanakan prinsip Pemilu yang langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil saja. Dalam kaitannya dengan Pemilu yang berintegritas harus juga mengacu pada penyelenggaraan dan pengawasan setiap tahapan Pemilu yang mengacu pada prinsip tata kelola Pemilu yang baik tersebut. Dalam konsepnya, melalui sistem pelaksanan Pemilu yang baik dapat mengurangi kecurangan dalam Pemilu, malpraktik, salah laku penyelenggara Pemilu dan manipulasi suara. Apalagi dalam setiap tahapan Pemilu yang dilaksanakan berdampak langsung pada hasil Pemilu. Bahkan Pemilu yang dilaksanakan dengan penuh kecurangan mempengaruhi tingkat kepuasan masyarakat sebagai pemilih terhadap demokrasi elektoral.
Kepuasan terhadap sistem demokrasi ini juga berpengaruh pada tingkat kehadiran pemilih pada Pemilu berikutnya. Karenanya menghasilkan Pemilu yang berintegritas dan Pemilu yang menerapkan prinsip tata kelola pelaksanaan pemilu yang baik adalah keniscayaan. Proses ini sangat bergantung pada penyelenggara Pemilu yang independen dan mandiri, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), begitupun kehadiran bawaslu/panwaslu yang sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dengan sistem kerja sama dengan para penegak hukum ( Polri dan Kejaksaan ) dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu ( Sentra Gakkumdu ). Selain dari kedua lembaga penyelenggara dan pengawas diatas adapula lembaga yang merupakan bagian dari penyelenggara pemilihan umum yaitu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ( DKPP ) dengan bertugas untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.
Konsolidasi demokrasi di Indonesia memasuki tahapan krusial. Ini ditandai dengan diterimanya UU No.7/2017 tentang Pemilu sebagai salah satu dasar legitimasi melaksanakan Pemilu serentak atau Pemilu satu waktu untuk lima Pemilu yang dilaksanakan sekaligus, yaitu Pemilu untuk memilih presiden/wakil presiden, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Sehingga dengan adanya perubahan sitem pelaksanaan Pemilu serentak 2019, maka akan memberikan konsekuensi terhadap perubahan fungsi dan hubungan lembaga-lembaga tinggi negara, khususnya eksekutif dan legislatif. Pemisahan kekuasaan antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif didalam sistem presidensial, bagi beberapa pihak cenderung menimbulkan polarisasi dan instabilitas politik, karenanya tidak cocok dipraktikkan dinegara-negara yang baru memasuki transisi demokrasi, salah satunya indonesia.
Praktik Pemilu yang mengarah pada tata kelola Pelaksanaan Pemilu serentak yang baik dapat dilihat dari aspek berikut. Pertama, adanya pengakuan politisi bahwa proses Pemilu yang dilaksanakan memiliki legitimasi dan mengikat. Pengakuan terhadap proses Pemilu yang disepakati berdasarkan UU Pemilu ini adalah bagian dari konsolidasi demokrasi yang dilaksanakan. Kedua, penyelenggara Pemilu yang melaksanakan kewenangan dan tugasnya yang mengarah pada pencegahan terjadinya malpraktik Pemilu. Ketiga, pemilih yang memiliki pengetahuan yang mendalam terkait dengan pilihan politiknya dalam Pemilu. Kelemahaman selama ini adalah kurangnya pemilih yang memahami implikasi pilihannya kepada sistem politik.
Keempat, praktik Pemilu yang berintegritas juga terkait dengan pemanfaatan media kampanye yang pemanfaatannya sesuai dengan aturan dan berimbang. Apalagi di Indonesia, media kampanye seringkali dikuasai oleh partai tertentu karena pemiliknya adalah pengurus inti partai politik. Kelima, praktik Pemilu yang baik juga dikaitkan dengan transparansi dalam hal penggunaan uang kampanye. Keenam, yang tidak kalah penting adalah terkait dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi aturan pemilu yang diikuti oleh semua pemangku kepentingan. Aspek lain yang juga perlu menjadi perhatian dalam mewujudkan Pemilu berintegritas ini adalah aspek aturan pemilu (electoral law). UU No.7/2017, terutama Pasal 173 yang digugat oleh koalisi masyarakat sipil adalah bagian penting untuk dikoreksi atau ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi.
Maka oleh karena itu dalam mewujudkan sistem pemelihan umum yang berintegritas, harus menjadi kerja-kerja atau tugas bersama bangsa ini. Karena bukan hanya menjadi tugas penyelenggera saja, ataupun pengawasan Bawaslu/panwaslu, akan tetapi partisipasi masyarakat dalam mensukseskan Pemelihan Umum yang serentak harus menjadi tugas bersama demi mewujudkan indonesia sebagai Negara Demokrasi yang bersih dari pelenggaran dan kejahatan Pemilu.

Maros, 5 April 2018 

Muhammad Agung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika Profesi Hukum

Kekerasan Terhadap Pemuka Agama