HUBUNGAN DASAR-DASAR SUMBER HUKUM DENGAN PEMBENTUKAN UU, PUTUSAN DAN KEBIJAKAN.

 


HUBUNGAN DASAR-DASAR SUMBER HUKUM DENGAN PEMBENTUKAN UU, PUTUSAN DAN KEBIJAKAN.

“ASAS DAN YURISPRUDENSI”

Oleh :

Muhammad Agung (B012221052)

Mahasiswa Fakultas Hukum UNHAS.

ABSTRAK : Penulisan ini dilatar belakangi oleh Pemahaman terhadap sumber- sumber hukum yang harus berpijak dan berdasar terhadap pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Kebijakan maupun Putusan Hakim/Pengadilan. Adapun Sumber Pembentukan Hukum ialah Teori, Konsep, Asas, Kaidah, Doktrin, Yurisprudensi, Hukum Adat/Kebiasaan dan Kepentingan Para Pihak atau Political will. Dengan Sumber Pembentukan Hukum tersebut tidak berkembang lagi bahwa sumber hukum berasal dari pengusa ataukah menyatakan sumber hukum itu berasal dari masyarakat dan lain sebagainya. Untuk itu penulis ingin menyamakan persepsi tentang dari mana hukum itu berasal. Tentunya penulisan ini hanya mengkaji dan mendalami 2 dasar Pembentukan Hukum dari beberapa diatas tersebut ialah lebih kepada Asas dan Yurisprudensi. Asas ialah Prinsip dasar atau fundamen terhadap hukum dan merupakan jantung dari Peraturan Hukum. Sedangkan Yurisprudensi ialah Putusan-Putusan Hakim terdahulu yang menjadi dasar untuk sumber hukum walaupun dalam peraturan perundang-undangan tidak ada/belum ada yang mengaturnya. Dan kedua Sumber Hukum tersebut sangat erat kaitannya dengan Pembentukan UU, Putusan dan Kebijakan yang mengikat dan mengatur.

Kata Kunci : Asas, Yurisprudensi, dan Pembentukan Hukum.

A. PENDAHULUAN 

Proses globalisasi merupakan hal lain yang perlu diamati kaitannya dengan ilmu hukum. Kelahiran hukum modern berkaitan sangan erat dengan fenomena munculnya negara modern. Tetapi sekarang dunia mengalami perubahan mendasar dimana eksistensi dari negara modern yang begitu teguh pada abad kedelapan belas menjadi semakain mencair. 

Salah satu aspek dalam kehidupan hukum adalah kepastian, artinya hukum berkehendak untuk menciptakan kepastian dalam hubungan antar orang dalam masyarakat. Salah satu hal yang berhubungan erat dengan masalah kepastian tersebut adalah masalah dari mana hukum itu berasal. Kepastian mengenai asal atau sumber hukum menjadi penting sejak hukum menjadi lembaga yang semakin formal.

Pemahaman terhadap Kepastian hukum tersebut sesuai dari tujuan hukum hanya sebagai kepastian Undang-Undang saja atau sesuatu yang otonom, yang tak lain hanyalah kumpulan aturan-aturan hukum (legal rules), norma-norma hukum (legal norms) dan asas-asas hukum (legal principles). Namun realitasnya diluar dari perundang-undangan masih ada hukum yang lain yang tidak terdapat dalam Undang-undang tersebut dan hal itu berlaku. Tentunya hal itu dibentuk berdasarkan dasar Pembentukan Hukum. 

Perbincangan seputar hukum kini merupakan persoalan yang menarik karena selain merupakan masalah yang klasik fundamental, ia juga merupakan masalah yang tetap aktual. Disebut klasik, karena masalah hukum semenjak zaman Yunani Kuno telah muncul dalam wacana filsafat, sejalan dengan tingkat perkembangan peradabannya yang sudah menuntut adanya suatu peraturan untuk menata berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Dikatakan fundamental, karena masalah hukum pada akhirnya menyangkut segi aksiologis, berupa nilai-nilai imperatif yang akan diberlakukan dimana manusia sendirilah yang akan menjadi subjek dan sekaligus objek dalam kehidupan di bidang hukum. Dan hal itu semua dapat tercapainya Tujuan Hukum Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian secara menyeluruh.

Memahami Ilmu Perundang-undangan sangatlah penting, seperti salah satunya memahami tentang asas-asas dan yurisprudensi pembentukan peraturan perundang-undangan, Memahami Putusan-putusan hakim dan Kebijakan Penguasa , karena di dalamnya terdapat acuan bagaimana cara melahirkan sebuah produk hukum dalam hal ini undang-undang yang sesuai dengan kebutuhan publik pada saat itu. Jika kita tidak berpedoman kepada asas-asas tersebut maka kemungkinan besar kita akan mendapatkan banyak kekeliruan dalam penetapan dalam sebuah hukum, seperti halnya salah satu asasnya adalah peraturan yang bersifat khusus menyampingkan peraturan yang bersifat umum. 

Dan sesungguhnya orang-orang yang telah melahirkan asas-asas tersebut sangat membantu sekali dalam penetapan peraturan hukum dikemudian hari. Banyak pakar melahirkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, yang pada hakikatnya tujuannya sama. Intinya walaupun banyak pakar yang memikirkan tetang asas-asas pembentukkan ini adalah sama. Menginginkan melahirkan produk hukum yang efisien dan efektif.

Melalui pembentukan Peraturan Perundang-Undangan atau Keputusan Hakim ataupun Kebijakan tentunya dapat meneropong dari sumber Pembentukan Hukum tersebut, agar supaya dapat tersosialiasi dan terlaksana sesuai dengan cita-cita hukum dan tujuan hukum demi negara dan bangsa yang berlandaskan hukum.

B. PEMBAHASAN.

1. Sumber Hukum dan Landasan Pembentukan Hukum

Sumber Hukum adalah tempat dimana dapat ditemukannya atau dapat digalinya hukum. Sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. 

Berdasarkan uraian di atas bahwa sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

Adapun Sumber Hukum ialah Teori, Konsep, Asas, Kaidah, Doktrin, Yurisprudensi, Hukum Adat/Kebiasaan dan Kepentingan Para Pihak atau Political will. Dan tentunya Sumber Hukum tersebut pada umumnya dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Sumber Hukum dalam arti Materill

2. Sumber Hukum dalam arti Formil

Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum, faktor-faktor kemasyarakatan yang mempengaruhi pembentukan hukum yaitu :

1. Struktural Ekonomi dan Kebutuhan-kebutuhan Masyarakat

2. Kebiasaan yang telah membaku dalam Masyarakat yang telah berkembang

3. Hukum yang Berlaku

4. Tata Hukum Negara-negara lain

5. Keyakinan tentang Agama dan Kesusilaan

6. Kesadaran Hukum

Sedangkan Pembentukan Hukum haruslah memperhatikan kaidah-kaidah pembentukannya, yaitu : 

1. Landasan Filosofis 

Landasan filosofis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu peraturan perundang-undangan bisa dikatakan memiliki landasan filosofis apabila rumusannya ataupun normanya mendapatkan pembenaran setelah dikaji secara filosofis. 

2. Landasan Sosiologis 

Landasan sosiologis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu suatu peraturan perundang-undangan bisa dikatakan memiliki landasan sosiologis bila sesuai dengan keyakinan umum, kesadaran hukum masyarakat, tata nilai dan hukum yang hidup di masyarakat. 

3. Landasan Yuridis 

Landasan yuridis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu peraturan perundang-undangan bisa dikatakan memiliki landasan yudiris bila terdapat dasar hukum, legalitas atau landasan yang terdapat dalam ketentuan hukum yang lebih tinggi derajatnya. 

4. Landasan Politis 

Landasan politik merupakan garis kebijakan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijaksanaan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintah Negara.

2. Landasan Asas dalam Pembentukan Hukum

Pada umumnya terdapat berbagai asas-asas hukum umum atau prinsip hukum (general printciples of law) harus diperhatikan dan diperlukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu : 

1. Asas lex superiot derogate legi inferiori, yaitu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya didahulukan berlakunya daripada peraturan perundangundangan yang lebih rendah dan sebaliknya. 

2. Asas lex specialis derogate legi generali, yaitu peraturan perundangan-undangan khusus didahulukan berlakunya daripada peraturan perundang-undangan yang umum. 

3. Asas lex posterior derogate legi priori, peraturan perundang-undangan yang baru didahulukan berlakunya dsripada yag terdahulu.

4. Asas lex neminem cogit ade impossobilia, yaitu peraturan perundang-undangan yang tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan atau disering disebut sebagai asas kepatutan. 

5. Asas lex perfecta, yaitu peraturan perundang-undangan tidak saja melarang suatu tindakan tetapi juga menyatakan tindakan terlarang itu batal. 

6. Asas non retroactive, yaitu peraturan perundang-undangan tidak dimaksukan untuk berlaku surut karena akan menimbulkan kepastuan hukum.

Peraturan perundang-undangan dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 

1. Asas-asas formal dengan perincian sebagai berikut :

a. asas tujuan yang jelas 

b. asas asas perlunya pengaturan 

c. asas organ atau lembaga yang tepat 

d. asas materi muatan yang tepat 

e. asas dapat dilaksanakan 

f. asas dapat dikenali 

2. Asas-asas material dengan perincian 

a. asas sesuai cita hukum Hukum Indonesia dan Norma Fundamental Negara 

b. asas sesuai dengan Hukum Dasar 

c. asas sesuai prinsip-prinsip Negara berdasarkan atas hukum 

d. asas sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi. 

Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peratura Perundang-undangan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 5, menyatakan bahwa dalam mebentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, meliputi : 

1. asas kejelasan tujuan 

2. asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat 

3. asas kesesuian antara jenis dan materi muatan 

4. asas kedayagunaan dan kehasilgunaan 

5. asas kejelasan rumusan 

6. asas keterbukaan 

Sementara itu asas-asas yang harus dikandung dalam materi muatan peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia dirumuskan dalam pasal 6 sebagi berikut :  

1. asas pengayoman 

2. asas kemanusiaan 

3. asas kebangasaan 

4. asas kekeluargaan 

5. asas kenusantaraan 

6. asas bhineka tunggal ika

Sama halnya dalam Putusan Hakim Pengadilan yang harus adil dan bijaksana dan berdasarkan pula pada kemanusiaan. Begitupun juga terhadap Kebijakan Penguasa dalam hal ini Pemerintah. Ketika kebijakan yang dikeluarkan tentu ada beberapa pertimbangan untuk keberlangsungan berbangsa dan bernegara, Kemanusiaan dan pelayanan Publik, dan Kesejahteraan.

3. Dasar Yurisprudensi dalam Pembentukan Hukum

Di Indonesia, oleh Prof. Mr. Subekti, yurisprudensi diartikan sebagai ’’putusan-putusan Hakim atau Pengadilan yang tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Kasasi, atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang sudah tetap (konstant)”. Ditegaskan oleh beliau, bahwa barulah dapat dikatakan ada hukum ciptaan yurisprudensi apabila Hukum atau Pengadilan dalam hal tidak terdapatnya suatu ketentuan yang dapat dipakai atau dijadikan landasan untuk memutus perkara yang dihadapkan kepadanya. 

Dalam salah satu penelitian hukum tentang Peningkatan Yurisprudensi sebagai sumber hukum yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Tahun 1991/1992 telah dikumpulkan beberapa definisi pengertian yurisprudensi, yaitu antara lain : 

a. yurisprudensi, yaitu peradilan yang tetap atau hukum peradilan (Poemadi Poerbatjaraka dan Soerjono Soekanto); 

b. yurisprudensi adalah ajaran hukum yang dibentuk dan dipertahankan oleh Pengadilan (Kamus Pockema Andrea); 

c. yurisprudensi adalah pengumpulan yang sistematis dari keputusan Mahkamah Agung dan Keputusan Pengadilan Tinggi yang diikuti oleh Hakim lain dalam memberi keputusan dalam soal yang sama (kamus Pockema Andrea) 

d. yurisprudensi diartikan sebagai Rechtsgeleerheid Rechtsspraak, Rechtsopvatting gehudligde door de (hoogste) Rechtscolleges, Rechtslichamen blijklende uitgenomende beslisstingen (kamus koenen endepols) 

e. yurisprudensi diartikan sebagai Rechtsopvatting van de Rechterlijke macht, blijkende uitgenomen beslisstingen toegepasrecht de jurisprudentie van de Hoge Raad (kamus van Dale). 

f. Pendapat R. Soebekti: Yurisprudensi adalah putusan-putusan hakim atau pengadilan yang tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Kasasi atau putusanputusan Mahkamah Agung sendiri yang tetap (Constant).

Putusan Hakim dapat disebut sebagai Yurisprudensi apabila putusan itu sekurang-kurangnya memiliki 5 (lima) unsur pokok yaitu : 

a. keputusan atas sesuatu peristiwa apa hukumnya apabila belum jelas pengaturan perundang-undangan

b. keputusan tersebut harus sudah merupakan keputusan tetap

c. telah berulang-kali diputus dengan keputusan yang sama dalam kasus yang sama

d. memenuhi rasa keadilan

e. keputusan itu dibenarkan oleh Mahkamah Agung.

Secara teoritis, suatu putusan hakim pada hakekatnya merupakan hasil karya dari proses pemilikan dan penilaian terhadap fakta-fakta dan kemudian penerapan norma-norma hukumnya terhadap fakta-fakta yang bersangkutan. Ini dilakukannya tidak hanya semata-mata dengan mendasarkan pada analisis pemikiran terhadap bagaimana sistem hukumnya saja, ataupun hanya semata-mata pada pemikiran tentang bagaimana pemecahan problemnya saja, tetapi pada kedua-duanya.

Pada dasarnya, dalam penyusunan suatu putusan hakim senantiasa memenuhi adanya dua unsur atau sifat, yaitu segi legalitas dan segi rasionalitasnya dari putusannya tersebut, yang menjadi Legal Reasoning. Suatu putusan bersifat legal apabila dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang dan didasarkan pada aturan-aturan hukum yang berlaku, sedangkan sifat rasionalitasnya terletak pada penalaran hukum yang menjadi motif sebenarnya dari hakim dalam menjatuhkan putusan (motivering).

Disinilah akan tampak apa yang menjadi ’’ratio decidendi” dari putusan hakim tersebut, sehingga hal ini dapat dikatakan sebagai ’’formula” yang mengatur bagi putusan itu dalam kasus/ perkara konkrit yang dihadapinya. Putusan hakim tidak saja harus memuat norma-norma hukum sebagai landasannya (asas legalitas), tetapi juga harus bisa menjadi aturan juga bagi penyelesaian konflik dalam perkara/kasus yang dihadapinya. Oleh karena norma hukum tertulis (undang-undang misalnya) tidak selalu lengkap, sebab sekali ia diberi bentuk tertulis maka ia akan ketinggalan dengan perkembangan masyarakat yang selalu lebih cepat dan yang selalu memerlukan pemecahan hukum yang ”up to date”.

Melalui yurisprudensi, tugas hakim justru menjadi faktor pengisi kekosongan hukum manakala undang-undang tidak mengatur atau telah ketinggalan jaman. Tugas itu dilakukannya dengan cara menggali nilai-nlai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Hukum harus digali dan dicari dalam masyarakat, sebab justru dalam masyarakat itulah tumbuh dan berkembang nilai-nilai mengenai apa yang adil dan tidak adil, apa yang patut dan tidak patut, dan sebagainya.

Selain berkedudukan sebagai sumber hukum, maka dengan melihat peranan yurisprudensi dalam dunia peradilan tersebut, dapatlah dikatakan bahwa yurisprudensi pada hakekatnya mempunyai berbagai fungsi yaitu : 

a. Dengan adanya putusan-putusan yang sama dalam kasus yang serupa, maka dapat ditegakkan adanya standard hukum yang sama, dalam hal undang-undang tidak mengatur atau belum mengatur pemecahan kasus yang bersangkutan. 

b. Dengan adanya standard hukum yang sama itu, maka dapat diciptakan rasa kepastian hukum di masyarakat. 

c. Dengan diciptakannya rasa kepastian hukum dan kesamaan hukum terhadap kasus yang sama, maka putusan hakim akan bersifat dapat diperkirakan (predictable) dan ada transparansi. 

d. Dengan adanya standard hukum, maka dapat dicegah kemungkinan-kemungkinan timbulnya disparitas dalam berbagai putusan hakim yang berbeda dalam perkara yang sama. Andaikata-pun timbul perbedaan putusan antara Hakim yang satu dengan yang lainnya dalam kasus yang sama, maka hal itu jangan sampai menimbulkan disparitas tetapi hanya bercorak sebagai variabel secara kasuistik (kasus demi kasus).

peraturan perundang-undangan belum banyak diatur tentang beberapa segi dalam bidang-bidang tersebut, maka dikawatirkan akan banyak timbul putusan hakim yang saling berbeda atau saling bertolak belakang dalam kasus-kasus yang sama atau serupa. Untuk itulah diperlukan suatu pegangan atau pedoman bagi praktek peradilan, yaitu yurisprudensi sebagai sumber hukum. Sehingga dengan demikian yurisprudensi ini akan dapat memberikan arah bagi pemecahan kasus yang bersangkutan, dengan tetap memperhatikan pada segi-segi kekhususan yang ada pada setiap kasus.

Maka dari itu sangat penting menjadi acuan Yurisprudensi dalam Pembentukan Hukum. Disebabkan perkembangan perubahan masyarakat seringkali melampaui dari aturan tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Dan itulah harus menjadi acuan pijakan dalam pembentukan hukum baik itu dalam pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Putusan Hakim dan Kebijakan Penguasa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

C. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Proses globalisasi merupakan hal lain yang perlu diamati kaitannya dengan ilmu hukum. Kelahiran hukum modern berkaitan sangan erat dengan fenomena munculnya negara modern. Tetapi sekarang dunia mengalami perubahan mendasar dimana eksistensi dari negara modern yang begitu teguh pada abad kedelapan belas menjadi semakain mencair.

Tentunya dari pengaruh tersebut diperlukan pemahaman terhadap Pembentukan Hukum berdasarkan sumber Hukum terutama yang kami uraikan diatas dalam hal ini Asas dan Yurisprudensi. Disebabkan kedua Sumber Hukum tersebut sangat menjadi dasar dan sangat memberikan landsan dalam pembentukan hukum di Indonesia.

Adapun Pada umumnya terdapat asas-asas hukum umum atau prinsip hukum (general printciples of law) namun harus diperhatikan dan diperlukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan harus ada dalam setiap putusan dan kebijakan.

Sedangkan Melalui yurisprudensi, tugas hakim justru menjadi faktor pengisi kekosongan hukum manakala undang-undang tidak mengatur atau telah ketinggalan jaman. Tugas itu dilakukannya dengan cara menggali nilai-nlai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Hukum harus digali dan dicari dalam masyarakat, sebab justru dalam masyarakat itulah tumbuh dan berkembang nilai-nilai mengenai apa yang adil dan tidak adil, apa yang patut dan tidak patut, dan sebagainya. Sehingga sangat jelas sumber hukum yang harus diterapkan dalam Pembentukan Hukum.

Reference :

Ahmad Ali, 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta : Kencana. Hlm. 284.

Abdullah, Abdul Gani. Artikel Ilmiah, Pengantar Memahami Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 1 No.2

Paulus Effendie Lotulung. 1997/1998. Peranan Yurisprudensi sebagai Sumber Hukum. Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. Hlm. 7

Rudy. 2913. Hukum Pemerintahan Daerah (Buku Ajar) , Bandar Lampung : PKKPU Unila.

Sugianto. 2016. Pengantar hukum Indonesia. Jakarta : Cetakan keempat, sinar Grafika. Hlm. 39

Theresia Ngutra. 2016. Hukum dan Sumber-Sumber Hukum. Jurnal Supremasi, Vol. XI No. 2

Yasir, Armen. 2015 Hukum Perundang-Undangan. Lampung : Fakultas Universitas Lampung.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika Profesi Hukum

Kekerasan Terhadap Pemuka Agama