Wabah Corona dan Tantangan Sosiologi di Indonesia
"Wabah Corona dan Tantangan Sosiologi di Indonesia"
Ilustrasi diskriminasi sosial (foto: www.altundo.com)
Ilustrasi diskriminasi sosial (foto: www.altundo.com)
Sosiologi merupakan gambaran kehidupan dan perilaku manusia atau
masyarakat yang dapat dipengaruhi atau mempengaruhi antar satu dengan lainnya
yang ada kaitannya dengan system social yang sudah ada, ataupun yang sementara
dihadapinya. Di Indonesia sendiri dikenal dengan multikulutral atau keberagaman
yang ada atau hidup dalam masyarakat yang menyangkut nilai-nilai, system,
budaya, kebiasaan ataupun politik. Dan perubahan sosial tersebut, seringkali
dijumpai dalam kehidupan masyarakat melalui perubahan perilaku dan perubahan
pola pikir.
Perubahan perilaku ataupun perubahan pola pikir oleh manusia ataupun
masyarakat ditentukan oleh proses yang dihadapi atau masalah yang dirasakan dan
pengaruh externalnya, walaupun hal itu sudah menjadi kebiasan atau tradisi
dalam kehidupan masyarakat tersebut, seringkali hal itu mengalami perubahan. Kehidupan
manusia atau masyarakat dalam sosial sering kali tidak lepas dari masalah sosial.
Penyebab timbulnya masalah sosial yakni adanya faktor pendorong terjadinya
masalah tersebut dan hal ini dapat dilihat dari perubahan nilai, norma hingga
dengan tingkah laku masyarakat.
Berawal dari Negara Cina dalam hal ini di Wuhan dan meramba menghampiri
seluruh negara yang ada didunia ini, terkhusus di Indonesia. Sebut saja
Covid-19, atau dalam hal ini pandemic global Corona atau Severe actue
respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) sebagaimana penetapan dari
WHO, dan virus ini menyerang sistem pernapasan. Covid-19 dapat menimbulkan
gejala komplikasi penyakit, kelompok tersebut diketahui rentang terinfeksi
virus corona seperti orang lanjut usia, orang dengan riwayat penyakit tertentu,
tenaga medis di rumah sakit dan anak-anak.
Di Indonesia sendiri awal bulan februari sudah mulai dibicarakan dan
didengarkan ditengah-tengah masyarakat. Cuap-cuap pejabat sudah tersampaikan di
media, walaupun awalnya ditanggapi dengan lelucon hingga berkembang dengan
keseriusan dan kepanikan, dan masyarakat pun ikut merasakan hal itu. Akhirnya
pertengahan bulan maret presiden indonesia mengumumkan melalui pidato, bahwa
mulai hari ini Kerja dari Rumah dan Belajar dari Rumah ataupun tagline Stay at
Home. Ini mengakibatkan banyak masyarakat mengalami kepanikan akibat
wabah virus corona yang telah masuk ke Indonesia. Informasi dari pemerintah
tentu mempengaruhi situasi dan kondisi psikologi dan sosiologi masyarakat
Indonesia. Ditambah Berita-berita yang simpang siur beredar di media, sehingga tampaknya
menimbulkan kepanikan secara meluas ditengah masyarakat. Terlebih lagi virus
corona ini menyerang dengan tidak melihat merek ataupun strata seseorang.
Pejabat sendiri dalam hal ini Menteri Negara, terpapar juga dengan Covid-19.
Tergantung penanganan saja.
Realitas Sosial dalam Menghadapi Corona
Pro dan Kontra terkait dengan Bahaya Virus ini. Tanggapan berkembang
dari Ahli Virus, menganggap hal ini biasa dan jangan terlalu ditanggapi serius.
Disisi lain ada penyampaian yang mengkhawatirkan bahwa hal ini sangat
membahayakan dan Pemerintah sendiri menyatakan sebagai Darurat Kesehatan. Tipe
masyarakat dalam menanggapi Pandemi ini ialah. Pertama, Tipe Biasa-Biasa
saja, dalam hal ini menanggapi dengan seperti dengan biasanya, bahkan
beraktifitas layak sebelumnya. Kedua, Tipe Panik, dalam hal tipelogi
masyarakat ini menganggap pendemi ini adalah persoalan yang sangat luar biasa,
dan membahayakannya sebagian dari mereka memborong semua barang-barang konsumsi
dan kesehatan, sehingga barang-barang tersebut menjadi kurang dan tidak ada.
Dan Ketiga, Tipe yang Tengah atau dalam hal Moderat-lah, tidak panik dan
tidak menggap biasa-biasa saja dan turut arahan pemerintah.
Virus corona menjadi realitas sosial yang harus dihadapi masyarakat.
Berbagai dampak dari virus tersebut sangat mengkhawatirkan. Rasa ketakutan dan
kekhawatiran berlebih memang sangat wajar jika di rasakan terlebih lagi tentang
jiwa atau diri, akan tetapi hal ini perlu diatasi segera. Jika dilihat dari
aspek sosiologi akan menimbulkan disorganisasi di masyarakat yang mengarah pada
situasi sosial yang tidak menentu, hal ini dapat menimbulkan tatanan sosial di
masyarakat sebagai wujud nyata yang berawal dari prasangka hingga muncul sikap
diskriminasi nyata berupa kekerasan simbolik misalnya tidak ingin menolong
orang secara kontak fisik dikarenakan khawatir orang tersebut di duga
terjangkit virus corona, dan bahkan sampai pada penolakan mayat untuk
dikuburkan diwilayah tersebut. Tidak hanya disorganisasi, disfungsi sosial tengah
dirasakan oleh masyarakat hal ini membuat seseorang atau kelompok masyarakat
tdak mampu menjalankan keberfungsian sosialnya di masyarakat.
Realitas sosial dikonstruksikan sebagai kondisi tidak normal.
Ketidaknormalan itu dapat dilihat dari perubahan sosial yang muncul tiba-tiba
dan bergerak dengan cepat. Saat ini Pengetahuan yang menyebar di masyarakat
penularan corona melalui orang yang sudah terinfeksi tidak dapat di tandai
dengan jelas. Solusi yang diberikan dengan menjaga jarak dengan semua orang
termasuk keluarga yang mengakibatkan interaksi sosial dalam keadaan darurat.
Rasa hormat yang di simbolkan dengan berjabat tangan tiba-tiba menjadi
aktivitas terlarang, menjadikan masyarakat terbatasi hanya karena konsep social
distancing atau menciptakan jarak Antara diri sendiri dengan orang orang
lain di terapkan, namun konsep tersebut menjadi sangat penting agar mobilitas
orang dari satu tempat ke tempat lain, menjaga jarak dan mengurangi kerumunan
orang yang membawa resiko lebih besar pada penyebaran corona.
Tidak hanya Social Distencing atau Physical Distencing bahkan arahan
untuk tinggal dirumah saja, terlebih lagi saat ini pemberlakukan PSBB
(Pemberlakuan Sosial Berskala Besar) diberlakukan agar mobilisasi orang tidak
masuk dan keluar di suatu wilayah, sehingga mudik dikampung halaman tersebut
sudah dilarang, dan memungkinkan semaraknya mudik untuk melaksanakan Puasa di
bulan Ramadhan dan Idul Fitri tidak akan dilihat dan dirasakan untuk tahun ini.
Berbagai istilah baru di terapkan, dapat di lihat sistem sosial saat ini
sedang akut jika itu terus terjadi, imunitas sosial dikahawatirkan akan semakin
menurun yang pada akhirnya dapat membawa petaka yang tidak kalah dahsyat dari
virus corona.
Upaya yang dilakukan untuk mencegah disorganisasi dan disfungsi sosial
dalam masyarakat dapat dilakukan dengan intervensi sosial sebagai antisipasi
kondisi masyarakat yang dapat memperbaiki fungsi sosial atau mencegah individu
atau kelompok masyarakat tertentu mengalami disfungsi akibat fenomena corona.
Secara teknis intervensi sosial dapat dilakukan dengan melibatkan partisipasi
civil sociaty dan harus dilakukan oleh tenaga ahli dibidangnya dengan target
sasaran berupa individu, keluarga, kelompok sosial tertentu atau komunitas
lainya khususnya yang peduli terhadap isu-isu kemanusiaan.
Berbagai himbauan dan kebijakan dari Pemerintah telah disampaikan. Sosial Distencing, Physical Distencing, dan Stay at Home, meliburkan sekolah, sistem bekerja dari rumah di berlakukan hingga saat ini. Hingga kesadaran masyarakat secara keseluruhan sangat memiliki peran dalam membantu berkurangnya penyebaran corona ini, tetap merasa tenang, tidak perlu terlalu cemas atau bahkan merasa ketakutan secara berlebihan yang mendorong seseorang dapat merasakan panic buying.
Sistem informasi digital dapat menajdi sumber utama dan paling dekat
dengan masyakarakat mengetahui berita seputar corona. Pengetahuan masyarakat
terhadap virus corona lebih dari aspek rasional dari pada aspek empiris.
Konsekuensi pemahaman terhadap keberadaan virus corona menjadi beragam,
tergantung kepada media yang dibaca dan perspektif dari pembaca itu sendiri.
Dengan kata kesamaan sikap dan tindakan dalam merespon wabah yang
terjadi saat ini. Kesamaan sikap dapat dicapai jika menjadi superstruktur.
Superstuktur ini dilakukan oleh pemerintah yang memiliki kewenangan dan
tanggung jawab dengan dilengkapi Fungsi dan Tujuannya selaku Pemerintah, Pengelola
keuangan dan sumber daya lainya. Namun tanpa Kesamaan dalam Menangani atau
Mencegah dalam memutus rantai Penyebaran Corona tersebut, maka tidak ada guna.
Kebersamaan tidak berarti bahwa kita harus ngumpul, tapi bersama ialah
sama-sama mencegah dengan tetap menerapkan dan menjalankan himbauan terkait
Virus Corona ini.
Maros, 17 April 2020
Hardiyanti Rahmayana
Komentar
Posting Komentar