Generasi poliglot.
Beberapa hari yang lalu, kita sudah merayakan sebuah sejarah yang tak terlupakan, yang mana hari berisi dengan ingatan atas pemihakan kaum muda terhadap bangsanya, hari yang menjadi penanda bahwa kaum muda bersumpah diatas takdir-takdir bangsanya, ialah momentum sumpah pemuda tepatnya tanggal 28 oktober, dimana bangsa hari ini membaca kaum mudanya dimasa lalu.
Tapi, hari ini juga adalah keprihatinan tentang kaum muda atas masa depan bangsanya. Pasalnya, sesuai prediksi demografi, kaum muda akan mencapai jumlah 69 juta jiwa menjelang tahun 2030.
Dua keprihatinan mengemuka, jika pendidikan dan kepemimpinan dikelola dng wajar oleh sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, indonesia akan menjadi makmur akibat kontribusi kaum mudanya. Sebaliknya, jika kaum muda diterlantarkan, bencana sosial akan menanti datangnya.
"Lain dulu lain sekarang", kaum muda sekarang tak sama dengan kaum muda dahulu. Tantangan dahulu adalah mempromosikan keanekaragaman kedalam bingkai kebangsaan melalaui kemerdekaan, sementara kaum muda kini berhadapan dengan kemungkinan terjadinya tumbukan identitas.
Perjumpaan yang serempak dalam waktu singkat lewat peradaban teknologi canggih membawa sejumlah konsekuensi.
Pertama, kaum muda akan menjadi generasi yang poliglot. Generasi ini tak hanya tahu budaya lokalnya, tetapi juga berjumpa dengan budaya yang datang dari bagian dunia lain. Kedua, diperjumpaan serempak dan massif seperti ini, terdapat kemungkinan terjadinya apa yang disebut sebagai "moral blindedness", yaitu "kebutaan moral". Yang sakral menjadi tontonan, yang spritual menjadi mainan.
Negeri ini hanya butuh satu generasi lagi untuk mencapai usia 100 tahun. Karena banyak negeri yang rontok sebelum usia 100 tahun. Kita sejatinya berharap agar kaum muda kembali ke takdir-takdir kebangsaannya: multikultural, negeri kepulauan, dan kaya sumber daya alam. Hanya dengan demikian, keselamatan negara-bangsa ini bisa dipastikan.
Foto

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika Profesi Hukum

Kekerasan Terhadap Pemuka Agama